betapa hinanya manusia hingga berani durhaka tethadap beliau rosulullah saw walaupun hadis riwayat Muslim menyebutkan
bahwa Rasulullah SAW sendiri menegaskan
bahwa kedua orang tuanya,ada di neraka.
Pernyataan Rasul tersebut merespons
pertanyaan perihal nasib kedua orang tua
seorang sahabat. “Sesungguhnya, kedua orang
tuamu dan orang tuaku ada di neraka,” sabda
Rasul.
Tetapi, di sisi lain ada satu fakta bahwa kedua
orang tua Nabi hidup pada masa kevakuman
seorang nabi dan rasul. Pascameninggalnya
Nabi Isa AS belum ada lagi sosok Rasul yang
diutus untuk berdakwah dan membimbing
segenap umat. Karena itu, mereka yang berada
pada periode kekosongan risalah itu dinyatakan
selamat dan tidak mendapat siksa. “Dan Kami
tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus
seorang rasul.” (QS al-Isra' [17]: 15).
Topik ini pun menuai pro dan kontra. Syekh
Abdullah bin Baz berpandangan bahwa riwayat
Muslim tersebut autentik dan valid. Tidak
mungkin Rasul berdusta atas ucapannya
sendiri (QS an-Najm 1-4).
Kedua orang tua Rasul akan diminta
pertanggungjawaban. Apalagi, telah terjadi
penyimpangan atas ketulusan agama Ibrahim
AS. Ini berlangsung ketika Amr bin Luhay al-
Awza'i melakukan penodaan agama Ibrahim.
Selama menguasai Makkah, Amr mengajak para
penduduknya untuk menyembah berhala.
Karena itu, kedua orang tua Rasul, menurut
Syekh Abdullah bin Baz, termasuk golongan
kufur. Ini merujuk pula pada hadis riwayat
Muslim yang mengisahkan bahwa Allah SWT
melarang Rasul mendoakan keselamatan
keluarganya, tak terkecuali ayahandanya,
Abdullah bin Abdul Muthalib, dan ibundanya,
Aminah.
Namun Lembaga Fatwa Mesir, Dar al-Ifta,
menyanggah keras pernyataan Syekh Abdullah
bin Baz tersebut. Menurut lembaga yang
pernah dipimpin oleh Mufti Agung Syekh Ali
Juma'h itu, pernyataan bahwa kedua orang tua
Rasul termasuk kufur dan akan menghuni
neraka merupakan bentuk arogansi dan
ketidaksopanan.
Justru fakta kuat mengatakan, kedua orang
Rasul akan selamat dan bukan termasuk
penghuni neraka. Pendapat ini menjadi
kesepakatan mayoritas ulama. Tak sedikit
ulama yang secara khusus menulis risalah
sederhana untuk menjawab kegamangan
menyikapi topik ini.
Imam as-Suyuthi mengarang dua kitab
sekaligus untuk menguatkan fakta bahwa orang
tua Muhammad SAW akan selamat. Kedua
kitab itu bertajuk Masalik al-Hunafa fi Najat
Waliday al-Musthafa dan at-Ta'dhim wa al-
Minnah bi Anna Waliday al-Mushthafa fi al-
Jannah.
Selain kedua kitab tersebut, ada deretan karya
lain para ulama, seperti ad-Duraj al-Munifah fi
al-Aba' as-Syarifah, Nasyr al-Alamain al-
Munifain fi Ihya al-Abawain as-Syarifain, al-
Maqamah as-Sundusiyyah fi an-Nisbah al-
Musthafawiyyah, dan as-Subul al-Jaliyyah fi
al-Aba' al-Jaliyyah. Masih banyak kitab lain
yang membantah dugaan bahwa orang tua
Rasul akan masuk neraka.
Dar al-Ifta memaparkan, mengacu ke deretan
kitab tersebut, kedua orang tua Rasul hidup
pada masa fatrah atau kekosongan risalah.
Ketika itu, dakwah tidak sampai pada
masyarakat Makkah. Ulama ahlussunnah
sepakat, mereka yang hidup pada periode
kevakuman risalah itu dinyatakan selamat. Ini
merujuk pada ayat ke-15 surah al-Isra' di atas.
Sekalipun keduanya akan melalui ujian
melintasi jembatan shirath, seperti halnya
umat lainnya maka keduanya termasuk
golongan yang taat. “Berbaiksangkalah kedua
orang tua Rasul merupakan golongan taat saat
ujian melintasi jembatan,” kata Imam Ibn
Hajar al-Asqalani, seperti dinukilkan oleh Dar
al-Ifta'
Tuduhan bahwa keduanya termasuk kaum
musyrik yang menyekutukan Allah dengan
berhala, tidak benar. Abdullah dan Aminah
tetap konsisten dalam keautentikan agama
Ibrahim, yaitu tauhid. Fakta kesucian
keyakinan kedua orang tua Rasul ini dikuatkan
antara lain oleh Imam al-Fakhr ar-Razi dalam
kitab tafsirnya Asrar at-Tanzil kala
menafsirkan ayat ke 218-219 surah as-
Syu'ara .
Imam as-Suyuthi menambahkan, dalil lain
tentang fakta bahwa garis keturunan Rasul
yang terdekat terjaga dari aktivitas
penyimpangan akidah. Ini seperti ditegaskan
hadis bahwa Rasululllah dilahirkan dari garis
nasab yang istimewa dan terpilih yang
konsisten terhadap tauhid.
Imam as-Suyuthi kembali menerangkan soal
hadis Muslim pada paragraf pertama.
Tambahan redaksional “Dan ayahku di neraka”
sangat kontroversial di kalangan pengkaji
hadis. Para perawi tidak sepakat tambahan
tersebut. Sebut saja al-Bazzar, at-Thabrani,
dan al-Baihaqi yang lebih memilih tambahan
redaksi “Jika engkau melintasi kuburan orang
kafir maka sampaikan berita neraka”
dibanding, imbuhan bermasalah tersebut.
Arogansi
Ada banyak argumentasi yang membantah
dugaan bahwa kedua orang tua Rasul akan
masuk neraka. Semestinya, tuduhan tersebut
tidak ditudingkan kepada ayahanda dan ibunda
Rasul yang terhormat. Karena, itu adalah
bentuk arogansi terhadap Rasul.
Qadi Abu Bakar Ibn al-Arabi pernah ditanya
soal topik serupa. Tokoh bermazhab Maliki ini
pun menjawab, bila soal itu direspons dengan
jawaban bahwa keduanya masuk neraka maka
terlaknatlah orang yang menjawab demikian.
Menganggap keduanya ahli neraka adalah
bentuk melukai perasaan Rasul. “Tak ada
penganiayan lebih besar ketimbang menyebut
kedua orang tua Muhammad SAW penghuni
neraka,” kata Ibn al-Arabi.
Ia pun mengutip ayat, “Sesungguhnya orang-
orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya.
Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat
dan menyediakan baginya siksa yang
menghinakan.” (QS al-Ahzab [33]:57).
Reaksi keras juga ditunjukkan oleh Khalifah
Umar bin Abdul Aziz. Ketika itu, ia
menginstruksikan pegawainya agar
mengutamakan para pegawai yang kedua orang
tuanya Muslim dan berasal dari etnis Arab.
Dengan spontan, sang pegawai menjawab
instruksi tersebut dan mengatakan, “Memang
masalah? Bukankah kedua orang tua
Rasulullah non-Muslim?” Sang Khalifah
marah besar. Ia pun langsung memberhentikan
pegawainya tersebut agar menjadi pelajaran
bagai semua dan tidak sembarangan bicara.
Atas dasar inilah, seyogianya tidak mudah
menjustifikasi status kedua orang tua Rasul.
Mantan Mufti Dar al-Ifta, Syekh Muhammad
Bakhit al-Muthi'I, mengimbau supaya umat
berhati-hati. Tuduhan kekufuran Abdullah dan
Aminah salah besar dan pelakunya berdosa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar