Rabu, 24 Juli 2013

INI DALILNYA BIDHAH HASANAH(ummati press)BagI

Kepada teman-teman Salafi Wahabi yang
masih dalam kebingungan memahami persoalan
ibadah sehingga masih tetap saja ngeyel
membid’ahkan amal-amal shalih kaum
muslimin…. Marilah kita belajar bersama.
Simak dulu uraian berikut ini dan apabila
masih ada yang belum paham silakan
bertanya…, nanti teman-teman Ummati
insyaallah akan memberikan jawabannya.
Baiklah, yuk kita mulai saja pelajarannya….
Kita ambil salah satu contoh kasus dari isu-
isu bid’ah yang anda selalu menganngapnya
bid’ah yang haram. Misalnya MAULID Nabi.
Contoh kasus MAULID yang semenjak dulu
sampai sekarang terus selalu saja anda
menganggapnya berdosa jika melakukannya.
Walaupun sudah banyak penjelasan dijelaskan
oleh para pelaku Maulid, tetapi rupanya anda
sekalian belum bisa paham-paham juga.
Sebabnya mungkin karena hati yang keras atau
mungkin hanya karena belum mengerti
persoalan ibadah.
Apakah anda sudah pernah mengikuti acara
peringatan MAULID NABI? Jika pernah
mengikutinya, tentunya anda tahu bahwa di
dalam acara maulid itu berisi aktifitas yang
isinya antara lain tholabul ilmi, shodaqoh,
dzikir, pembacaan biografi Nabi dan biasanya
di akhir acara ada tausiyah keislaman. Nah…
anda pastinya sangat hafal dengan dalil-dalil
tentang tholabul ilmi, shodaqoh, dzikir dan
tausiyah, dalil-dalilnya sudah banyak tersebar
di seantero Dunia Maya, silakan cari sendiri
atau tanya saja kepada ustadz Gugel.
Oke, bisa ditebak apa yang ingin anda tanyakan
disini dan ini bagi anda adalah sangat
bermasalah yaitu adakah Dalil dari “Peringatan
MAULID”? Benar-benar adakah dalilnya atau
tidak ada? Hemmm, baiklah memang selama
ini anda selalu bertanya: MANA DALILNYA?
Seakan-akan menggambarkan isi kepala anda
yang sudah yakin 100 persen bahwa MULID
itu tidak ada dalilnya. Benar demikian kan
keyakinan anda?
Sebelum menjawabnya, di sini sebaiknya akan
dijelaskan sedikit tentang kaidah ushul fiqh.
Kita mulai dari suatu kaidah dalam ushul fiqh
yang sering digembar-gemborkan oleh teman-
teman Salafi Wahabi bahwa: “Asal semua
ibadah adalah haram, sampai ada dalil yang
menghalalkannya atau menyuruhnya”.
Bermula dari kaidah ini suatu amalan yang
diangap ibadah selalu muncul pertanyaan:
“Mana Dalilnya?” Ini karena amalan
dipersepsikan kepada sifat dari ibadah yang
tauqif. Permasalahannya adalah sudah
tahukah anda, untuk ibadah yang jenis atau
macam apakah kaidah tersebut seharusnya
diterapkan?
Penjelasan dari Kitab
Kita akan coba mengambil penjelasan dari kitab
ushul Fiqh:
ﺍﻷﺻﻞ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺍﺕ ﺍﻟﺘﻮﻗﻴﻒ
ﻭﻓﻲ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻠﻴﻠﺔ ﺃﻭﺩ ﺃﻥ ﺃﻗﻒ ﻋﻨﺪ ﻗﻀﻴﺔ ﺃﺳﺎﺳﻴﺔ
ﻓﻲ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺍﺕ ﺟﻤﻴﻌﺎً ﻭﻫﻲ ﻗﺎﻋﺪﺓ ﻣﻌﺮﻭﻓﺔ ﻋﻨﺪ ﺃﻫﻞ
ﺍﻟﻌﻠﻢ، ” ﺃﻥ ﺍﻷﺻﻞ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺍﺕ ﺍﻟﺘﻮﻗﻴﻒ ” ﻛﻤﺎ “ﺃﻥ
ﺍﻷﺻﻞ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻌﺎﻣﻼﺕ ﻭﺍﻟﻌﻘﻮﺩ ﺍﻹﺑﺎﺣﺔ ،” ﻭﻫﺬﻩ ﻗﺎﻋﺪﺓ
ﻧﻔﻴﺴﺔ ﻭﻣﻬﻤﺔ ﺟﺪﺍً ﻭﻧﺎﻓﻌﺔ ﻟﻺﻧﺴﺎﻥ، ﻓﺒﺎﻟﻨﺴﺒﺔ
ﻟﻠﻌﺒﺎﺩﺍﺕ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﻟﻺﻧﺴﺎﻥ ﺃﻥ ﻳﺨﺘﺮﻉ ﻣﻦ ﻧﻔﺴﻪ ﻋﺒﺎﺩﺓً ﻟﻢ
ﻳﺄﺫﻥ ﺑﻬﺎ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ، ﺑﻞ ﻟﻮ ﻓﻌﻞ ﻟﻜﺎﻥ ﻗﺪ ﺷﺮﻉ ﻓﻲ
ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﺄﺫﻥ ﺑﻪ ﺍﻟﻠﻪ، ﻓﻠﻢ ﻳﻜﻦ ﻷﺣﺪٍ ﺃﻥ ﻳﺘﺼﺮﻑ
ﻓﻲ ﺷﺄﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺃﻭ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﺃﻭ ﺍﻟﺼﻮﻡ ﺃﻭ ﺍﻟﺤﺞ ﺯﻳﺎﺩﺓ ﺃﻭ
ﻧﻘﺼﺎً ﺃﻭ ﺗﻘﺪﻳﻤﺎً ﺃﻭ ﺗﺄﺧﻴﺮﺍً ﺃﻭ ﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ ، ﻟﻴﺲ ﻷﺣﺪ ﺃﻥ
ﻳﻔﻌﻞ ﻫﺬﺍ، ﺑﻞ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﻣﻮﺭ ﺇﻧﻤﺎ ﺗﺘﻠﻘﻰ ﻋﻦ ﺍﻟﺸﺎﺭﻉ،
ﻭﻻ ﻳﻠﺰﻡ ﻟﻬﺎ ﺗﻌﻠﻴﻞ ، ﺑﻞ ﻫﻲ ﻛﻤﺎ ﻳﻘﻮﻝ ﺍﻷﺻﻮﻟﻴﻮﻥ :
ﻏﻴﺮ ﻣﻌﻘﻮﻟﺔ ﺍﻟﻤﻌﻨﻰ ، ﺃﻭ ﺗﻌﺒﺪﻳﺔ، ﺑﻤﻌﻨﻰ ﺃﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﻓﻲ
ﻋﻘﻮﻟﻨﺎ ﻧﺤﻦ ﻣﺎ ﻳﺒﻴﻦ ﻟﻤﺎﺫﺍ ﻛﺎﻧﺖ ﺍﻟﻈﻬﺮ ﺃﺭﺑﻌﺎً، ﻭﺍﻟﻌﺼﺮ
ﺃﺭﺑﻌﺎً، ﻭﺍﻟﻤﻐﺮﺏ ﺛﻼﺛﺎً، ﻭﺍﻟﻔﺠﺮ ﺭﻛﻌﺘﻴﻦ، ﻟﻴﺲ ﻋﻨﺪﻧﺎ ﻣﺎ
ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﺇﻻ ﺃﻧﻨﺎ ﺁﻣﻨﺎ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﺟﻞ ﻭﻋﻼ ، ﻭﺻﺪّﻗﻨﺎ
ﺭﺳﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ، ﻓﺠﺎﺀﻧﺎ ﺑﻬﺬﺍ ﻓﻘﺒﻠﻨﺎﻩ،
ﻫﺬﺍ ﻫﻮ ﻃﺮﻳﻖ ﻣﻌﺮﻓﺔ ﺍﻟﻌﻘﺎﺋﺪ ﻭﻃﺮﻳﻖ ﻣﻌﺮﻓﺔ
ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺍﺕ، ﻓﻤﺒﻨﺎﻫﺎ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺘﻮﻗﻴﻒ ﻭﺍﻟﺴﻤﻊ ﻭﺍﻟﻨﻘﻞ ﻻ
ﻏﻴﺮ ، ﺑﺨﻼﻑ ﺍﻟﻤﻌﺎﻣﻼﺕ ﻭﺍﻟﻌﻘﻮﺩ ﻭﻧﺤﻮﻫﺎ، ﻓﺈﻥ ﺍﻷﺻﻞ
ﻓﻴﻬﺎ ﺍﻹﺑﺎﺣﺔ ﻭﺍﻹﺫﻥ ﺇﻻ ﺇﺫﺍ ﻭﺭﺩ ﺩﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﻨﻊ
ﻣﻨﻬﺎ ، ﻓﻠﻮ ﻓﺮﺽ ﻣﺜﻼً ﺃﻥ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺍﺧﺘﺮﻋﻮﺍ ﻃﺮﻳﻘﺔ ﺟﺪﻳﺪﺓ
ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻌﺎﻣﻠﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﻴﻊ ﻭﺍﻟﺸﺮﺍﺀ ﻋﻘﺪﺍً ﺟﺪﻳﺪﺍً ﻟﻢ ﻳﻜﻦ
ﻣﻮﺟﻮﺩﺍً ﻓﻲ ﻋﻬﺪ ﺍﻟﻨﺒﻮﺓ ، ﻭﻫﺬﺍ ﺍﻟﻌﻘﺪ ﻟﻴﺲ ﻓﻴﻪ ﻣﻨﻊ،
ﻟﻴﺲ ﻓﻴﻪ ﺭﺑﺎً ﻭﻻ ﻏﺮﺭ ﻭﻻ ﺟﻬﺎﻟﺔ ﻭﻻ ﻇﻠﻢ ﻭﻻ ﺷﻲﺀ
ﻳﺘﻌﺎﺭﺽ ﻣﻊ ﺃﺻﻮﻝ ﺍﻟﺸﺮﻳﻌﺔ ، ﻓﺤﻴﻨﺌﺬٍ ﻧﻘﻮﻝ: ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻌﻘﺪ
ﻣﺒﺎﺡ؛
Langsung ke maksudnya …. Bahwa yang
dinamakan ibadah sifatnya tauqif yaitu sudah
ditetapkan dan tidak boleh ditambah-tambah
atau dikurangi atau mendahulukan atau
melebihkan atau apapun itu …., contohnya
ibadah wajib shalat lima waktu, ibadah haji,
dll. Tentunya ini berbeda dengan muamalah
yang asalnya boleh sampai adanya dalil yang
melarangnya… Nah sekarang kita lihat apakah
sebenarnya ibadah tauqif itu….
ﺍﻟﺘﻮﻗﻴﻒ ﻓﻲ ﺻﻔﺔ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ
ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﺗﻮﻗﻴﻔﻴﺔ ﻓﻲ ﻛﻞ ﺷﻲﺀ، ﺗﻮﻗﻴﻔﻴﺔ ﻓﻲ ﺻﻔﺘﻬﺎ
-ﻓﻲ ﺻﻔﺔ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ - ﻓﻼ ﻳﺠﻮﺯ ﻷﺣﺪ ﺃﻥ ﻳﺰﻳﺪ ﺃﻭ ﻳﻨﻘﺺ،
ﻛﺄﻥ ﻳﺴﺠﺪ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﻳﺮﻛﻊ ﻣﺜﻼً ﺃﻭ ﻳﺠﻠﺲ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﻳﺴﺠﺪ ،
ﺃﻭ ﻳﺠﻠﺲ ﻟﻠﺘﺸﻬﺪ ﻓﻲ ﻏﻴﺮ ﻣﺤﻞ ﺍﻟﺠﻠﻮﺱ ، ﻓﻬﻴﺌﺔ
ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﺗﻮﻗﻴﻔﻴﺔ ﻣﻨﻘﻮﻟﺔ ﻋﻦ ﺍﻟﺸﺎﺭﻉ
Tauqifi dalam sifat ibadah
Ibadah itu tauqifi dalam semua hal, dalam
sifatnya….
Maka tidak boleh untuk menambah dan
megurangi, seperti sujud sebelum ruku’, atau
duduk sebelum sujud, atau duduk tasyahud
tidak pada tempatnya… oleh karena itu, yang
namanya ibadah itu tauqifi dinuqil dari
syari’ ( pembuat syari’ah yaitu Allah ).
ﺍﻟﺘﻮﻗﻴﻒ ﻓﻲ ﺯﻣﻦ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ
ﺯﻣﺎﻥ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﺗﻮﻗﻴﻔﻲ -ﺃﻳﻀﺎً- ﻓﻼ ﻳﺠﻮﺯ ﻷﺣﺪ ﺃﻥ ﻳﺨﺘﺮﻉ
ﺯﻣﺎﻧﺎً ﻟﻠﻌﺒﺎﺩﺓ ﻟﻢ ﺗﺮﺩ، ﻣﺜﻞ ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻝ ﻣﺜﻼً
Tauqifi dalam waktu pelaksanaan ibadah
Waktu pelaksanaan ibadah juga tauqifi. Maka
tidak boleh seseorang itu membuat-buat ibadah
di waktu tertentu yang syari’ tidak
memerintahkannya.
ﺍﻟﺘﻮﻗﻴﻒ ﻓﻲ ﻧﻮﻉ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ
ﻛﺬﻟﻚ ﻻﺑﺪ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﻣﺸﺮﻭﻋﺔ ﻓﻲ ﻧﻮﻋﻬﺎ ،
ﻭﺃﻋﻨﻲ ﺑﻨﻮﻋﻬﺎ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺟﻨﺲ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﻣﺸﺮﻭﻋﺎً، ﻓﻼ
ﻳﺠﻮﺯ ﻷﺣﺪ ﺃﻥ ﻳﺘﻌﺒﺪ ﺑﺄﻣﺮ ﻟﻢ ﻳﺸﺮﻉ ﺃﺻﻼً ، ﻣﺜﻞ ﻣﻦ
ﻳﺘﻌﺒﺪﻭﻥ ﺑﺎﻟﻮﻗﻮﻑ ﻓﻲ ﺍﻟﺸﻤﺲ، ﺃﻭ ﻳﺤﻔﺮ ﻟﻨﻔﺴﻪ ﻓﻲ
ﺍﻷﺭﺽ ﻭﻳﺪﻓﻦ ﺑﻌﺾ ﺟﺴﺪﻩ ﻭﻳﻘﻮﻝ: ﺃﺭﻳﺪ ﺃﻥ ﺃﻫﺬﺏ
ﻭﺃﺭﺑﻲ ﻭﺃﺭﻭﺽ ﻧﻔﺴﻲ ﻣﺜﻼً، ﻓﻬﺬﻩ ﺑﺪﻋﺔ !
Tauqifi dalam macamnya ibadah
Begitu juga ibadah juga harus disyaratkan
sesuai dengan syari’at…. Artinya termasuk
dari macam / jenis ibadah yang disyari’atkan.
Maka tidak sah bagi orang yang menyembah
sesuatu yang tidak disyari’atkan, seperti
menyembah matahari. Atau memendam
jasadnya sebagian sembari berkata: aku ingin
melatih badanku misalkan. Maka ini semua
bid’ah.
ﺍﻟﺘﻮﻗﻴﻒ ﻓﻲ ﻣﻜﺎﻥ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ
ﻛﺬﻟﻚ ﻣﻜﺎﻥ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﻻﺑﺪ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﺸﺮﻭﻋﺎً ، ﻓﻼ ﻳﺠﻮﺯ
ﻟﻺﻧﺴﺎﻥ ﺃﻥ ﻳﺘﻌﺒﺪ ﻋﺒﺎﺩﺓ ﻓﻲ ﻏﻴﺮ ﻣﻜﺎﻧﻬﺎ، ﻓﻠﻮ ﻭﻗﻒ
ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ -ﻣﺜﻼً - ﻳﻮﻡ ﻋﺮﻓﺔ ﺑﺎﻟـﻤﺰﺩﻟﻔﺔ ﻓﻼ ﻳﻜﻮﻥ ﺣﺠﺎً ﺃﻭ
ﻭﻗﻒ ﺑـﻤﻨﻰ ، ﺃﻭ ﺑﺎﺕ ﻟﻴﻠﺔ ﺍﻟﻤﺰﺩﻟﻔﺔ ﺑـﻌﺮﻓﺔ ، ﺃﻭ ﺑﺎﺕ
ﻟﻴﺎﻟﻲ ﻣﻨﻰ ﺑﺎﻟـﻤﺰﺩﻟﻔﺔ ﺃﻭ ﺑـﻌﺮﻓﺔ ، ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﺃﺩّﻯ
ﻣﺎ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻴﻪ، ﺑﻞ ﻳﺠﺐ ﺃﻥ ﻳﻠﺘﺰﻡ ﺑﺎﻟﻤﻜﺎﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﺣﺪﺩﻩ
ﺍﻟﺸﺎﺭﻉ ﺇﻟﻰ ﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ .
Begitu juga tauqifi dalam tempat ibadah.
Maka ini juga harus masyru’. Maka tidak boleh
beribadah tidak pada tempat yang sudah
disyari’atkan. Seperti jika seseorang wukuf di
Muzdalifah, maka ini bukan haji. Atau wuquf
di Mina, atau bermalam ( muzdalifah ) di
‘Arafah, dan sebaliknya, maka ini semua
bukanlah sesuatu yang masyru’. Kita wajib
melaksanakan ibadah sesuai tempat yang
sudah disyari’atkan oleh syari’.

1 komentar:

  1. Umat islam itu satu, yakni yang menyembah Allah SWT saja dan meneladani Rasulullah SAW. Jangan memecah belah umat dengan memberi julukan wahabi, salafi, atau takfiri, atau julukan apa pun. Julukan wahabi berasal dari orang2 kafir yg ingin memecah belah umat Islam.
    Semua hal memang harus ada dalilnya, kalau tidak ditemukan dalilnya barulah diperlukan ijtihad. Kalau soal ibadah bisa dilakukan tanpa dalil atau dasar hukum, maka semua orang bisa berkreasi dengan seenak udelnya sendiri bahwa yang dilakukannya adalah ibadah yang benar tanpa perlu meneladani Rasulullah SAW.
    Yg membuat perayaan maulid itu harus ditinggalkan adalah efek samping negatifnya, yakni masyarakat yg menghadiri perayaan maulid merasa dirinya sudah beribadah dengan benar, merasa amalnya sudah diterima Allah SWT, merasa tidak perlu lagi pergi ke masjid untuk sholat lima waktu berjamaah, merasa cukup beribadah hanya dengan menghadiri perayaan maulid dan bisa masuk sorga tanpa harus menuntut ilmu, berdakwah, dan berjihad.
    Kalau ada yg bilang dengan perayaan Mulid kita bisa meningkatkan kualitas iman dan takwa serta meneladani Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari, itu semua omong kosong, harapan semu, buktinya, faktanya, pulang dari perayaan maulid mereka kembali seperti semula, ga mau sholat berjamaah lima waktu di masjid, sholatnya hanya seminggu sekali, hari jum’at tok. Mana manfaatnya perayaan Maulid???

    BalasHapus