Melafadzkan niat (Talaffudz binniyah)
hukumnya sunnah . kesunnahan ini
diqiyaskan dengan melafadzkan niat Haji,
sebagaimana Rasulullah dalam beberapa
kesempatan melafadzkan niat yaitu pada
ibadah Haji.
ﻋَﻦْ ﺍَﻧَﺲٍ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻗَﺎﻝَ ﺳَﻤِﻌْﺖُ
ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ
ﻳَﻘُﻮْﻝُ : ﻟَﺒَّﻴْﻚَ ﻋُﻤْﺮَﺓً ﻭَﺣَﺠًّﺎ ) ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ )
“Dari sahabat Anas ra berkata : “Saya
mendengar Rasulullah SAW mengucapkan
“Aku memenuhi panggilan-Mu (Ya Allah)
untuk (mengerjakan) umrah dan haji” (HR.
Imam Muslim)
Dalam buku Fiqh As-Sunnah I halaman 551
Sayyid Sabiq menuliskan bahwa salah
seorang Sahabat mendengar Rasulullah
SAW mengucapkan ( ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺍﻟْﻌُﻤْﺮَﺓَ ﺍَﻭْ ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺍﻟْﺤَﺞَّ )
“Saya niat mengerjakan ibadah Umrah atau
Saya niat mengerjakan ibadah Haji”
ﺃﻧﻪ ﺳﻤﻌﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ
ﻳﻘﻮﻝ : ” ﻧﻮﻳﺖ ﺍﻟﻌﻤﺮﺓ ، ﺃﻭ ﻧﻮﻳﺖ ﺍﻟﺤﺞ
Memang, ketika Rasulullah SAW
melafadzkan niat itu ketika menjalankan
ibadah haji, namun ibadah lainnya juga
bisa diqiyaskan dengan hal ini, demikian
juga Kesunnahan melafadzkan niat pada
shalat juga diqiyaskan dengan
pelafadzan niat dalam ibadah haji.
Hadits tersebut merupakan salah satu
landasan dari Talaffudz binniyah.
Hal ini, sebagaimana juga dikatakan oleh
al-‘Allamah al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami
( ﺍﺑﻦ ﺣﺠﺮ ﺍﻟﻬﻴﺘﻤﻲ ) didalam Kitab Tuhfatul
Muhtaj (II/12) ;
( ﻭﻳﻨﺪﺏ ﺍﻟﻨﻄﻖ ( ﺑﺎﻟﻤﻨﻮﻱ )ﻗﺒﻴﻞ
ﺍﻟﺘﻜﺒﻴﺮ ( ﻟﻴﺴﺎﻋﺪ ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ﺍﻟﻘﻠﺐ ﻭﺧﺮﻭﺟﺎ
ﻣﻦ ﺧﻼﻑ ﻣﻦ ﺃﻭﺟﺒﻪ ﻭﺇﻥ ﺷﺬ ﻭﻗﻴﺎﺳﺎ
ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻳﺄﺗﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺞ
“Dan disunnahkan melafadzkan
(mengucapkan) niat sebelum takbir, agar
lisan dapat membantu hati dan juga untuk
keluar dari khilaf orang yang mewajibkannya
walaupun (pendapat yang mewajibkan ini)
adalah syad ( menyimpang), dan
Kesunnahan ini juga karena qiyas
terhadap adanya pelafadzan dalam niat
haji ”
Qiyas juga menjadi dasar dalam ilmu Fiqh,
Al-Allamah Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul
Aziz didalam Fathul Mu’in Hal. 1 :
ﻭﺍﺳﺘﻤﺪﺍﺩﻩ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ
ﻭﺍﻻﺟﻤﺎﻉ ﻭﺍﻟﻘﻴﺎﺱ .
Ilmu Fiqh dasarnya adalah kitab Al-Qur’an,
as-Sunnah, Ijma dan Qiyas.
Al-Imam Nashirus Sunnah Asy-Syafi’i,
didalam kitab beliau Ar-Risalah ﺍﻟﺮﺳﺎﻟﺔ :
ﺃﻥ ﻟﻴﺲ ﻷﺣﺪ ﺃﺑﺪﺍ ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻝ ﻓﻲ ﺷﻲﺀ
ﺣﻞ ﻭﻻ ﺣﺮﻡ ﺇﻻ ﻣﻦ ﺟﻬﺔ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻭﺟﻬﺔ
ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺍﻟﺨﺒﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﺃﻭ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺃﻭ
ﺍﻷﺟﻤﺎﻉ ﺃﻭ ﺍﻟﻘﻴﺎﺱ
“ selamanya tidak boleh seseorang
mengatakan dalam hukum baik halal maupun
haram kecuali ada pengetahuan tentang itu,
pengetahuan itu adalah al-Kitab (al-Qur’an),
as-Sunnah, Ijma; dan Qiyas.”
ﻗﻠﺖ ﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻘﻴﺎﺱ ﻧﺺ ﻛﺘﺎﺏ ﺃﻭ ﺳﻨﺔ
ﻗﻴﻞ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻧﺺ ﻛﺘﺎﺏ ﻫﺬﺍ
ﺣﻜﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻓﻲ ﻛﻞ ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻧﺺ ﺍﻟﺴﻨﺔ
ﻫﺬﺍ ﺣﻜﻢ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻟﻢ ﻧﻘﻞ ﻟﻪ ﻗﻴﺎﺱ
“Aku (Imam Syafi’i berkata), jikalau Qiyas
itu berupa nas Al-Qur’an dan As-Sunnah,
dikatakan setiap perkara ada nasnya
didalam Al-Qur’an maka itu hukum Allah (al-
Qur’an), jika ada nasnya didalam as-Sunnah
maka itu hukum Rasul (sunnah Rasul), dan
kami tidak menamakan itu sebagai Qiyas
(jika sudah ada hukumnya didalam al-Qur’an
dan Sunnah)”
Maksud perkataan Imam Syafi’i adalah
dinamakan qiyas jika memang tidak
ditemukan dalilnya dalam al-Qur’an dan
As-Sunnah. Jika ada dalilnya didalam al-
Qur’an dan as-Sunnah, maka itu bukanlah
Qiyas. Bukankah Ijtihad itu dilakukan
ketika tidak ditemukan hukumnya/dalilnya
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah ?
Jadi, melafadzkan niat shalat yang
dilakukan sebelum takbiratul Ihram adalah
Amalan sunnah dengan diqiyaskan
terhadap adanya pelafadzan niat haji oleh
Rasulullah SAW. Sunnah dalam pengertian
ilmu fiqh, adalah apabila dikerjakan
mendapat pahala namun apabila
ditinggalkan tidak apa-apa. Tanpa
melafadzkan niat, shalat tetaplah sah dan
melafadzkan niat tidak merusak terhadap
sahnya shalat dan tidak juga termasuk
menambah-nambah rukun shalat.
Ulama Syafi’iyyah & ulama lainnya yang
mensunnahkan melafadzkan niat (Talaffudz
binniyah) adalah sebagai berikut ;
Al-Allamah asy-Syekh Zainuddin bin Abdul
Aziz al-Malibari (Ulama Madzhab
Syafi’iiyah), dalam kitab Fathul Mu’in bi
syarkhi Qurratul ‘Ain bimuhimmati ad-Din,
Hal. 16 ;
. ( ﻭ ( ﺳﻦ )ﻧﻄﻖ ﺑﻤﻨﻮﻱ( ﻗﺒﻞ ﺍﻟﺘﻜﺒﻴﺮ ،
ﻟﻴﺴﺎﻋﺪ ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ﺍﻟﻘﻠﺐ ، ﻭﺧﺮﻭﺟﺎ ﻣﻦ
ﺧﻼﻑ ﻣﻦ ﺃﻭﺟﺒﻪ .
“Disunnahkan mengucapkan niat sebelum
takbiratul ihram, agar lisan dapat membantu
hati (kekhusuan hati), dan karena
mengindari perselisihan dengan ulama yang
mewajibkannya.”
Al-Imam Muhammad bin Abi al-’Abbas Ar-
Ramli/Imam Ramli terkenal dengan sebutan
“Syafi’i Kecil” [ ﺍﻟﺮﻣﻠﻲ ﺍﻟﺸﻬﻴﺮ ﺑﺎﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﺍﻟﺼﻐﻴﺮ ]
dalam kitab Nihayatul Muhtaj ( ﻧﻬﺎﻳﺔ
ﺍﻟﻤﺤﺘﺎﺝ ), juz I : 437 :
ﻭَﻳُﻨْﺪَﺏُ ﺍﻟﻨُّﻄْﻖُ ﺑِﺎﻟﻤَﻨْﻮِﻱْ ﻗُﺒَﻴْﻞَ ﺍﻟﺘَّﻜْﺒِﻴْﺮِ
ﻟِﻴُﺴَﺎﻋِﺪَ ﺍﻟﻠِّﺴَﺎﻥُ ﺍﻟﻘَﻠْﺐَ ﻭَﻟِﺄَﻧَّﻪُ ﺃَﺑْﻌَﺪُ ﻋَﻦِ
ﺍﻟﻮِﺳْﻮَﺍﺱِ ﻭَﻟِﻠْﺨُﺮُﻭْﺝِ ﻣِﻦْ
ﺧِﻼَﻑِ ﻣَﻦْ ﺃَﻭْﺟَﺒَﻪُ
“Disunnahkan (mandub) melafadzkan niat
sebelum takbiratul Ihram agar lisan dapt
membantu hati (kekhusuan hati), agar
terhindar dari gangguan hati (was-was) dan
karena mengindari perselisihan dengan
ulama yang mewajibkannya”.
Asy-Syeikhul Islam al-Imam al-Hafidz Abu
Yahya Zakaria Al-Anshariy (Ulama
Madzhab Syafi’iyah) dalam kitab Fathul
Wahab Bisyarhi Minhaj Thullab ( ﻓﺘﺢ ﺍﻟﻮﻫﺎﺏ
ﺑﺸﺮﺡ ﻣﻨﻬﺞ ﺍﻟﻄﻼﺏ ) [I/38] :
( ﻭﻧﻄﻖ ( ﺑﺎﻟﻤﻨﻮﻱ ) ﻗﺒﻞ ﺍﻟﺘﻜﺒﻴﺮ (
ﻟﻴﺴﺎﻋﺪ ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ﺍﻟﻘﻠﺐ
“(Disunnahkan) mengucapkan niat sebelum
Takbir (takbiratul Ihram), agar lisan dapat
membantu hati..”
Diperjelas (dilanjutkan) kembali dalam
Kitab Syarah Fathul Wahab yaitu Hasyiyah
Jamal Ala Fathul Wahab Bisyarhi Minhaj
Thullab, karangan Al-’Allamah Asy-Syeikh
Sulaiman Al-Jamal ;
ﻭَﻋِﺒَﺎﺭَﺓُ ﺷَﺮْﺡِ ﻡ ﺭ ﻟِﻴُﺴَﺎﻋِﺪَ ﺍﻟﻠِّﺴَﺎﻥُ ﺍﻟْﻘَﻠْﺐَ
ﻭَﻟِﺄَﻧَّﻪُ ﺃَﺑْﻌَﺪُ ﻋَﻦْ ﺍﻟْﻮَﺳْﻮَﺍﺱِ ﻭَﺧُﺮُﻭﺟًﺎ ﻣِﻦْ
ﺧِﻠَﺎﻑِ ﻣَﻦْ ﺃَﻭْﺟَﺒَﻪُ ﺍﻧْﺘَﻬَﺖْ
“dan sebuah penjelasan, agar lisan lisan
dapat membantu hati, terhindar dari was-
was, dan untuk mengindari perselisihan
dengan ulama yang mewajibkannya. selesai”
Al-Imam Syamsuddin Muhammad bin
Muhammad Al-Khatib Asy-Syarbainiy,
didalam kitab Mughniy Al Muhtaj ilaa
Ma’rifati Ma’aaniy Alfaadz Al Minhaj
(1/150) ;
( ﻭﻳﻨﺪﺏ ﺍﻟﻨﻄﻖ ( ﺑﺎﻟﻤﻨﻮﻱ ) ﻗﺒﻞ
ﺍﻟﺘﻜﺒﻴﺮ ( ﻟﻴﺴﺎﻋﺪ ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ﺍﻟﻘﻠﺐ ﻭﻷﻧﻪ
ﺃﺑﻌﺪ ﻋﻦ ﺍﻟﻮﺳﻮﺍﺱ
“Disunnnahkan mengucapkan niat sebelum
takbir, agar lisan dapat membantu hati dan
sesungguhnya untuk menghindari kewas-
was-was-an (gangguan hati)”
Al-’Allamah Asy-Syekh Muhammad Az-
Zuhri Al-Ghamrawiy, didalam As-Siraj Al-
Wahaj ( ﺍﻟﺴﺮﺍﺝ ﺍﻟﻮﻫﺎﺝ ﻋﻠﻰ ﻣﺘﻦ ﺍﻟﻤﻨﻬﺎﺝ ) pada
pembahasan tentang Shalat ;
ﻭﻳﻨﺪﺏ ﺍﻟﻨﻄﻖ ﻗﺒﻴﻞ ﺍﻟﺘﻜﺒﻴﺮ
ﻟﻴﺴﺎﻋﺪ ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ﺍﻟﻘﻠﺐ
“dan disunnahkan mengucapkan (niat)
sebelum takbiratul Ihram, agar lisan dapat
membantu hati”
Al-‘Allamah Sayid Bakri Syatha Ad-
Dimyathiy, dalam kitab I’anatut Thalibin
( ﺇﻋﺎﻧﺔ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﻴﻦ ) [I/153] ;
( ﻗﻮﻟﻪ: ﻭﺳﻦ ﻧﻄﻖ ﺑﻤﻨﻮﻱ( ﺃﻱ ﻭﻻ
ﻳﺠﺐ ، ﻓﻠﻮ ﻧﻮﻯ ﺍﻟﻈﻬﺮ ﺑﻘﻠﺒﻪ ﻭﺟﺮﻯ ﻋﻠﻰ
ﻟﺴﺎﻧﻪ ﺍﻟﻌﺼﺮ ﻟﻢ ﻳﻀﺮ ، ﺇﺫ ﺍﻟﻌﺒﺮﺓ ﺑﻤﺎ ﻓﻲ
ﺍﻟﻘﻠﺐ . ) ﻗﻮﻟﻪ : ﻟﻴﺴﺎﻋﺪ ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ﺍﻟﻘﻠﺐ (
ﺃﻱ ﻭﻻﻧﻪ ﺃﺑﻌﺪ ﻣﻦ ﺍﻟﻮﺳﻮﺍﺱ . ﻭﻗﻮﻟﻪ :
ﻭﺧﺮﻭﺟﺎ ﻣﻦ ﺧﻼﻑ ﻣﻦ ﺃﻭﺟﺒﻪ ﺃﻱ ﺍﻟﻨﻄﻖ
ﺑﺎﻟﻤﻨﻮﻱ
“[disunnahkan melafadzkan niat] maksudnya
(melafadzkan niat) tidak wajib, maka apabila
dengan hatinya berniat shalat dzuhur namun
lisannya mengucapkan shalat asar, maka
tidak masalah, yang dianggap adalah
didalam hati. [agar lisan membantu hati]
maksudnya adalah terhindari dari was-was.
[mengindari perselisihan dengan ulama yang
mewajibkan] maksudnya dengan (ulama yang
mewajibkan) melafadzkan niat.”
Al-‘Allamah Asy-Syekh Jalaluddin Al-
Mahalli, di dalam kitab Syarah Mahalli Ala
Minhaj Thalibin ( ﺷﺮﺡ ﺍﻟﻌﻼﻣﺔ ﺟﻼﻝ ﺍﻟﺪﻳﻦ
ﺍﻟﻤﺤﻠﻲ ﻋﻠﻰ ﻣﻨﻬﺎﺝ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﻴﻦ ) Juz I (163) :
( ﻭَﻳُﻨْﺪَﺏُ ﺍﻟﻨُّﻄْﻖُ ( ﺑِﺎﻟْﻤَﻨْﻮِﻱِّ ) ﻗُﺒَﻴْﻞَ
ﺍﻟﺘَّﻜْﺒِﻴﺮِ ( ﻟِﻴُﺴَﺎﻋِﺪَ ﺍﻟﻠِّﺴَﺎﻥُ ﺍﻟْﻘَﻠْﺐَ
“dan disunnahkan mengucapkan niat sebelum
takbir (takbiratul Ihram), agar lisan dapat
membantu hati”
Didalam Kitab Matan Al-Minhaj lisyaikhil
Islam Zakariyya Al-Anshariy fi Madzhab
Al-Imam Asy-Syafi’i :
“(disunnahkan) melafadzkan (mengucapkan)
niat sebelum Takbir (takbiratul Ihram)”
Kitab Safinatun Naja, Asy-Syaikh Al-‘Alim
Al-Fadlil Salim bin Samiyr Al-Hadlramiy
‘alaa Madzhab Al-Imam Asy-Syafi’i ;
ﺍﻟﻨﻴﺔ : ﻗﺼﺪ ﺍﻟﺸﻲﺀ ﻣﻘﺘﺮﻧﺎ ﺑﻔﻌﻠﻪ ،
ﻭﻣﺤﻠﻬﺎ ﺍﻟﻘﻠﺐ ﻭﺍﻟﺘﻠﻔﻆ ﺑﻬﺎ ﺳﻨﺔ
“Niat adalah menyengaja sesuatu bersamaan
dengan pekerjaannya, adapun tempatnya niat
didalam hati sedangkan mengucapkan
dengan lisan itu sunnah”
Didalam kitab Nihayatuz Zain Syarh
Qarratu ‘Ain, Al-’Allamah Al-’Alim Al-Fadil
Asy-Syekh An-Nawawi Ats-Tsaniy (Sayyid
Ulama Hijaz) ;
ﺃﻣﺎ ﺍﻟﺘﻠﻔﻆ ﺑﺎﻟﻤﻨﻮﻱ ﻓﺴﻨﺔ ﻟﻴﺴﺎﻋﺪ
ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ﺍﻟﻘﻠﺐ
“adapun melafadzkan niat maka itu sunna
supaya lisan dapat membantu hati”
Kitab Faidlul Haja ‘alaa Nailur Roja,
Al-’Alim Ahmad Sahal bin Abi Hasyim
Muhammad Mahfudz Salam Al-Hajiniy ;
ﻗﻮﻟﻪ ﻭﺍﻟﻠﻔﻆ ﺳﻨﺔ ( ﺍﻟﻠﻔﻆ ﺑﻤﻌﻨﻰ
ﺍﻟﺘﻠﻔﻆ ﻣﺼﺪﺭ ﻟﻔﻆ ﻳﻠﻔﻆ ﻣﻦ ﺑﺎﺏ ﺿﺮﺏ
ﻳﻀﺮﺏ ﺃﻯ ﻭﺍﻟﺘﻠﻔﻆ ﺑﻬﺎ ﺃﻯ ﺑﺎﻟﻨﻴﺔ ﺳﻨﺔ
ﻓﻰ ﺟﻤﻴﻊ ﺍﻷﺑﻮﺍﺏ ﻛﻤﺎ ﻗﺎﻟﻪ ﺣﺞ ﺧﺮﻭﺟﺎ
ﻣﻦ ﺧﻼﻑ ﻣﻮﺟﺒﻪ
” melafadzkan (niat) itu sunnah..”
Kitab Minhajut Thullab, Al-Imam Zakariyya
Al-Anshariy ,
ﻭﺳﻦ ﻧﻴﺔ ﻧﻔﻞ ﻓﻴﻪ ﻭﺇﺿﺎﻓﺔ ﻟﻠﻪ ﻭﻧﻄﻖ
ﻗﺒﻴﻞ ﺍﻟﺘﻜﺒﻴﺮ ﻭﺻﺢ ﺃﺩﺍﺀ ﺑﻨﻴﺔ ﻭﻗﻀﺎﺀ
ﻭﻋﻜﺴﻪ ﻟﻌﺬﺭ ﻭﺗﻜﺒﻴﺮ ﺗﺤﺮﻡ ﻣﻘﺮﻭﻧﺎ ﺑﻪ
ﺍﻟﻨﻴﺔ
“…(sunnah) mengucapkan (niat) sebelum
takbir…”
Minhaj Ath-Thalibin wa Umdat Al-Muftin,
Al-Imam An-Nawawi,
ﻭﺍﻟﻨﻴﺔ ﺑﺎﻟﻘﻠﺐ ﻭﻳﻨﺪﺏ ﺍﻟﻨﻄﻖ ﻗﺒﻞ
ﺍﻟﺘﻜﺒﻴﺮ
“niat didalam hati dan sunnah
melafadzkan/mengucapkan niat sebelum
takbir”
Al-’Allamah Asy-Syekh Al-Imam Ibnu Hajar
Al-Haitamiy, didalam kitab Minhajul
Qawim (1/191) ;
ﻓﺼﻞ ﻓﻲ ﺳﻨﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﻫﻲ ﻛﺜﻴﺮﺓ
) ﻭ ( ﻣﻨﻬﺎ ﺃﻧﻪ ) ﻳﺴﻦ ﺍﻟﺘﻠﻔﻆ ﺑﺎﻟﻨﻴﺔ (
ﺍﻟﺴﺎﺑﻘﺔ ﻓﺮﺿﻬﺎ ﻭﻧﻔﻠﻬﺎ ) ﻗﺒﻴﻞ
ﺍﻟﺘﻜﺒﻴﺮ ( ﻟﻴﺴﺎﻋﺪ ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ﺍﻟﻘﻠﺐ ﻭﺧﺮﻭﺟﺎ
ﻣﻦ ﺧﻼﻑ ﻣﻦ ﺃﻭﺟ
http://warkopmbahlalar.com/954/kesunnahan-melafadzkan-niat-talaffudz-binniyah/
hukumnya sunnah . kesunnahan ini
diqiyaskan dengan melafadzkan niat Haji,
sebagaimana Rasulullah dalam beberapa
kesempatan melafadzkan niat yaitu pada
ibadah Haji.
ﻋَﻦْ ﺍَﻧَﺲٍ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻗَﺎﻝَ ﺳَﻤِﻌْﺖُ
ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ
ﻳَﻘُﻮْﻝُ : ﻟَﺒَّﻴْﻚَ ﻋُﻤْﺮَﺓً ﻭَﺣَﺠًّﺎ ) ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ )
“Dari sahabat Anas ra berkata : “Saya
mendengar Rasulullah SAW mengucapkan
“Aku memenuhi panggilan-Mu (Ya Allah)
untuk (mengerjakan) umrah dan haji” (HR.
Imam Muslim)
Dalam buku Fiqh As-Sunnah I halaman 551
Sayyid Sabiq menuliskan bahwa salah
seorang Sahabat mendengar Rasulullah
SAW mengucapkan ( ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺍﻟْﻌُﻤْﺮَﺓَ ﺍَﻭْ ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺍﻟْﺤَﺞَّ )
“Saya niat mengerjakan ibadah Umrah atau
Saya niat mengerjakan ibadah Haji”
ﺃﻧﻪ ﺳﻤﻌﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ
ﻳﻘﻮﻝ : ” ﻧﻮﻳﺖ ﺍﻟﻌﻤﺮﺓ ، ﺃﻭ ﻧﻮﻳﺖ ﺍﻟﺤﺞ
Memang, ketika Rasulullah SAW
melafadzkan niat itu ketika menjalankan
ibadah haji, namun ibadah lainnya juga
bisa diqiyaskan dengan hal ini, demikian
juga Kesunnahan melafadzkan niat pada
shalat juga diqiyaskan dengan
pelafadzan niat dalam ibadah haji.
Hadits tersebut merupakan salah satu
landasan dari Talaffudz binniyah.
Hal ini, sebagaimana juga dikatakan oleh
al-‘Allamah al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami
( ﺍﺑﻦ ﺣﺠﺮ ﺍﻟﻬﻴﺘﻤﻲ ) didalam Kitab Tuhfatul
Muhtaj (II/12) ;
( ﻭﻳﻨﺪﺏ ﺍﻟﻨﻄﻖ ( ﺑﺎﻟﻤﻨﻮﻱ )ﻗﺒﻴﻞ
ﺍﻟﺘﻜﺒﻴﺮ ( ﻟﻴﺴﺎﻋﺪ ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ﺍﻟﻘﻠﺐ ﻭﺧﺮﻭﺟﺎ
ﻣﻦ ﺧﻼﻑ ﻣﻦ ﺃﻭﺟﺒﻪ ﻭﺇﻥ ﺷﺬ ﻭﻗﻴﺎﺳﺎ
ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻳﺄﺗﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺞ
“Dan disunnahkan melafadzkan
(mengucapkan) niat sebelum takbir, agar
lisan dapat membantu hati dan juga untuk
keluar dari khilaf orang yang mewajibkannya
walaupun (pendapat yang mewajibkan ini)
adalah syad ( menyimpang), dan
Kesunnahan ini juga karena qiyas
terhadap adanya pelafadzan dalam niat
haji ”
Qiyas juga menjadi dasar dalam ilmu Fiqh,
Al-Allamah Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul
Aziz didalam Fathul Mu’in Hal. 1 :
ﻭﺍﺳﺘﻤﺪﺍﺩﻩ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ
ﻭﺍﻻﺟﻤﺎﻉ ﻭﺍﻟﻘﻴﺎﺱ .
Ilmu Fiqh dasarnya adalah kitab Al-Qur’an,
as-Sunnah, Ijma dan Qiyas.
Al-Imam Nashirus Sunnah Asy-Syafi’i,
didalam kitab beliau Ar-Risalah ﺍﻟﺮﺳﺎﻟﺔ :
ﺃﻥ ﻟﻴﺲ ﻷﺣﺪ ﺃﺑﺪﺍ ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻝ ﻓﻲ ﺷﻲﺀ
ﺣﻞ ﻭﻻ ﺣﺮﻡ ﺇﻻ ﻣﻦ ﺟﻬﺔ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻭﺟﻬﺔ
ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺍﻟﺨﺒﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﺃﻭ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺃﻭ
ﺍﻷﺟﻤﺎﻉ ﺃﻭ ﺍﻟﻘﻴﺎﺱ
“ selamanya tidak boleh seseorang
mengatakan dalam hukum baik halal maupun
haram kecuali ada pengetahuan tentang itu,
pengetahuan itu adalah al-Kitab (al-Qur’an),
as-Sunnah, Ijma; dan Qiyas.”
ﻗﻠﺖ ﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻘﻴﺎﺱ ﻧﺺ ﻛﺘﺎﺏ ﺃﻭ ﺳﻨﺔ
ﻗﻴﻞ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻧﺺ ﻛﺘﺎﺏ ﻫﺬﺍ
ﺣﻜﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻓﻲ ﻛﻞ ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻧﺺ ﺍﻟﺴﻨﺔ
ﻫﺬﺍ ﺣﻜﻢ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻟﻢ ﻧﻘﻞ ﻟﻪ ﻗﻴﺎﺱ
“Aku (Imam Syafi’i berkata), jikalau Qiyas
itu berupa nas Al-Qur’an dan As-Sunnah,
dikatakan setiap perkara ada nasnya
didalam Al-Qur’an maka itu hukum Allah (al-
Qur’an), jika ada nasnya didalam as-Sunnah
maka itu hukum Rasul (sunnah Rasul), dan
kami tidak menamakan itu sebagai Qiyas
(jika sudah ada hukumnya didalam al-Qur’an
dan Sunnah)”
Maksud perkataan Imam Syafi’i adalah
dinamakan qiyas jika memang tidak
ditemukan dalilnya dalam al-Qur’an dan
As-Sunnah. Jika ada dalilnya didalam al-
Qur’an dan as-Sunnah, maka itu bukanlah
Qiyas. Bukankah Ijtihad itu dilakukan
ketika tidak ditemukan hukumnya/dalilnya
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah ?
Jadi, melafadzkan niat shalat yang
dilakukan sebelum takbiratul Ihram adalah
Amalan sunnah dengan diqiyaskan
terhadap adanya pelafadzan niat haji oleh
Rasulullah SAW. Sunnah dalam pengertian
ilmu fiqh, adalah apabila dikerjakan
mendapat pahala namun apabila
ditinggalkan tidak apa-apa. Tanpa
melafadzkan niat, shalat tetaplah sah dan
melafadzkan niat tidak merusak terhadap
sahnya shalat dan tidak juga termasuk
menambah-nambah rukun shalat.
Ulama Syafi’iyyah & ulama lainnya yang
mensunnahkan melafadzkan niat (Talaffudz
binniyah) adalah sebagai berikut ;
Al-Allamah asy-Syekh Zainuddin bin Abdul
Aziz al-Malibari (Ulama Madzhab
Syafi’iiyah), dalam kitab Fathul Mu’in bi
syarkhi Qurratul ‘Ain bimuhimmati ad-Din,
Hal. 16 ;
. ( ﻭ ( ﺳﻦ )ﻧﻄﻖ ﺑﻤﻨﻮﻱ( ﻗﺒﻞ ﺍﻟﺘﻜﺒﻴﺮ ،
ﻟﻴﺴﺎﻋﺪ ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ﺍﻟﻘﻠﺐ ، ﻭﺧﺮﻭﺟﺎ ﻣﻦ
ﺧﻼﻑ ﻣﻦ ﺃﻭﺟﺒﻪ .
“Disunnahkan mengucapkan niat sebelum
takbiratul ihram, agar lisan dapat membantu
hati (kekhusuan hati), dan karena
mengindari perselisihan dengan ulama yang
mewajibkannya.”
Al-Imam Muhammad bin Abi al-’Abbas Ar-
Ramli/Imam Ramli terkenal dengan sebutan
“Syafi’i Kecil” [ ﺍﻟﺮﻣﻠﻲ ﺍﻟﺸﻬﻴﺮ ﺑﺎﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﺍﻟﺼﻐﻴﺮ ]
dalam kitab Nihayatul Muhtaj ( ﻧﻬﺎﻳﺔ
ﺍﻟﻤﺤﺘﺎﺝ ), juz I : 437 :
ﻭَﻳُﻨْﺪَﺏُ ﺍﻟﻨُّﻄْﻖُ ﺑِﺎﻟﻤَﻨْﻮِﻱْ ﻗُﺒَﻴْﻞَ ﺍﻟﺘَّﻜْﺒِﻴْﺮِ
ﻟِﻴُﺴَﺎﻋِﺪَ ﺍﻟﻠِّﺴَﺎﻥُ ﺍﻟﻘَﻠْﺐَ ﻭَﻟِﺄَﻧَّﻪُ ﺃَﺑْﻌَﺪُ ﻋَﻦِ
ﺍﻟﻮِﺳْﻮَﺍﺱِ ﻭَﻟِﻠْﺨُﺮُﻭْﺝِ ﻣِﻦْ
ﺧِﻼَﻑِ ﻣَﻦْ ﺃَﻭْﺟَﺒَﻪُ
“Disunnahkan (mandub) melafadzkan niat
sebelum takbiratul Ihram agar lisan dapt
membantu hati (kekhusuan hati), agar
terhindar dari gangguan hati (was-was) dan
karena mengindari perselisihan dengan
ulama yang mewajibkannya”.
Asy-Syeikhul Islam al-Imam al-Hafidz Abu
Yahya Zakaria Al-Anshariy (Ulama
Madzhab Syafi’iyah) dalam kitab Fathul
Wahab Bisyarhi Minhaj Thullab ( ﻓﺘﺢ ﺍﻟﻮﻫﺎﺏ
ﺑﺸﺮﺡ ﻣﻨﻬﺞ ﺍﻟﻄﻼﺏ ) [I/38] :
( ﻭﻧﻄﻖ ( ﺑﺎﻟﻤﻨﻮﻱ ) ﻗﺒﻞ ﺍﻟﺘﻜﺒﻴﺮ (
ﻟﻴﺴﺎﻋﺪ ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ﺍﻟﻘﻠﺐ
“(Disunnahkan) mengucapkan niat sebelum
Takbir (takbiratul Ihram), agar lisan dapat
membantu hati..”
Diperjelas (dilanjutkan) kembali dalam
Kitab Syarah Fathul Wahab yaitu Hasyiyah
Jamal Ala Fathul Wahab Bisyarhi Minhaj
Thullab, karangan Al-’Allamah Asy-Syeikh
Sulaiman Al-Jamal ;
ﻭَﻋِﺒَﺎﺭَﺓُ ﺷَﺮْﺡِ ﻡ ﺭ ﻟِﻴُﺴَﺎﻋِﺪَ ﺍﻟﻠِّﺴَﺎﻥُ ﺍﻟْﻘَﻠْﺐَ
ﻭَﻟِﺄَﻧَّﻪُ ﺃَﺑْﻌَﺪُ ﻋَﻦْ ﺍﻟْﻮَﺳْﻮَﺍﺱِ ﻭَﺧُﺮُﻭﺟًﺎ ﻣِﻦْ
ﺧِﻠَﺎﻑِ ﻣَﻦْ ﺃَﻭْﺟَﺒَﻪُ ﺍﻧْﺘَﻬَﺖْ
“dan sebuah penjelasan, agar lisan lisan
dapat membantu hati, terhindar dari was-
was, dan untuk mengindari perselisihan
dengan ulama yang mewajibkannya. selesai”
Al-Imam Syamsuddin Muhammad bin
Muhammad Al-Khatib Asy-Syarbainiy,
didalam kitab Mughniy Al Muhtaj ilaa
Ma’rifati Ma’aaniy Alfaadz Al Minhaj
(1/150) ;
( ﻭﻳﻨﺪﺏ ﺍﻟﻨﻄﻖ ( ﺑﺎﻟﻤﻨﻮﻱ ) ﻗﺒﻞ
ﺍﻟﺘﻜﺒﻴﺮ ( ﻟﻴﺴﺎﻋﺪ ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ﺍﻟﻘﻠﺐ ﻭﻷﻧﻪ
ﺃﺑﻌﺪ ﻋﻦ ﺍﻟﻮﺳﻮﺍﺱ
“Disunnnahkan mengucapkan niat sebelum
takbir, agar lisan dapat membantu hati dan
sesungguhnya untuk menghindari kewas-
was-was-an (gangguan hati)”
Al-’Allamah Asy-Syekh Muhammad Az-
Zuhri Al-Ghamrawiy, didalam As-Siraj Al-
Wahaj ( ﺍﻟﺴﺮﺍﺝ ﺍﻟﻮﻫﺎﺝ ﻋﻠﻰ ﻣﺘﻦ ﺍﻟﻤﻨﻬﺎﺝ ) pada
pembahasan tentang Shalat ;
ﻭﻳﻨﺪﺏ ﺍﻟﻨﻄﻖ ﻗﺒﻴﻞ ﺍﻟﺘﻜﺒﻴﺮ
ﻟﻴﺴﺎﻋﺪ ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ﺍﻟﻘﻠﺐ
“dan disunnahkan mengucapkan (niat)
sebelum takbiratul Ihram, agar lisan dapat
membantu hati”
Al-‘Allamah Sayid Bakri Syatha Ad-
Dimyathiy, dalam kitab I’anatut Thalibin
( ﺇﻋﺎﻧﺔ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﻴﻦ ) [I/153] ;
( ﻗﻮﻟﻪ: ﻭﺳﻦ ﻧﻄﻖ ﺑﻤﻨﻮﻱ( ﺃﻱ ﻭﻻ
ﻳﺠﺐ ، ﻓﻠﻮ ﻧﻮﻯ ﺍﻟﻈﻬﺮ ﺑﻘﻠﺒﻪ ﻭﺟﺮﻯ ﻋﻠﻰ
ﻟﺴﺎﻧﻪ ﺍﻟﻌﺼﺮ ﻟﻢ ﻳﻀﺮ ، ﺇﺫ ﺍﻟﻌﺒﺮﺓ ﺑﻤﺎ ﻓﻲ
ﺍﻟﻘﻠﺐ . ) ﻗﻮﻟﻪ : ﻟﻴﺴﺎﻋﺪ ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ﺍﻟﻘﻠﺐ (
ﺃﻱ ﻭﻻﻧﻪ ﺃﺑﻌﺪ ﻣﻦ ﺍﻟﻮﺳﻮﺍﺱ . ﻭﻗﻮﻟﻪ :
ﻭﺧﺮﻭﺟﺎ ﻣﻦ ﺧﻼﻑ ﻣﻦ ﺃﻭﺟﺒﻪ ﺃﻱ ﺍﻟﻨﻄﻖ
ﺑﺎﻟﻤﻨﻮﻱ
“[disunnahkan melafadzkan niat] maksudnya
(melafadzkan niat) tidak wajib, maka apabila
dengan hatinya berniat shalat dzuhur namun
lisannya mengucapkan shalat asar, maka
tidak masalah, yang dianggap adalah
didalam hati. [agar lisan membantu hati]
maksudnya adalah terhindari dari was-was.
[mengindari perselisihan dengan ulama yang
mewajibkan] maksudnya dengan (ulama yang
mewajibkan) melafadzkan niat.”
Al-‘Allamah Asy-Syekh Jalaluddin Al-
Mahalli, di dalam kitab Syarah Mahalli Ala
Minhaj Thalibin ( ﺷﺮﺡ ﺍﻟﻌﻼﻣﺔ ﺟﻼﻝ ﺍﻟﺪﻳﻦ
ﺍﻟﻤﺤﻠﻲ ﻋﻠﻰ ﻣﻨﻬﺎﺝ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﻴﻦ ) Juz I (163) :
( ﻭَﻳُﻨْﺪَﺏُ ﺍﻟﻨُّﻄْﻖُ ( ﺑِﺎﻟْﻤَﻨْﻮِﻱِّ ) ﻗُﺒَﻴْﻞَ
ﺍﻟﺘَّﻜْﺒِﻴﺮِ ( ﻟِﻴُﺴَﺎﻋِﺪَ ﺍﻟﻠِّﺴَﺎﻥُ ﺍﻟْﻘَﻠْﺐَ
“dan disunnahkan mengucapkan niat sebelum
takbir (takbiratul Ihram), agar lisan dapat
membantu hati”
Didalam Kitab Matan Al-Minhaj lisyaikhil
Islam Zakariyya Al-Anshariy fi Madzhab
Al-Imam Asy-Syafi’i :
“(disunnahkan) melafadzkan (mengucapkan)
niat sebelum Takbir (takbiratul Ihram)”
Kitab Safinatun Naja, Asy-Syaikh Al-‘Alim
Al-Fadlil Salim bin Samiyr Al-Hadlramiy
‘alaa Madzhab Al-Imam Asy-Syafi’i ;
ﺍﻟﻨﻴﺔ : ﻗﺼﺪ ﺍﻟﺸﻲﺀ ﻣﻘﺘﺮﻧﺎ ﺑﻔﻌﻠﻪ ،
ﻭﻣﺤﻠﻬﺎ ﺍﻟﻘﻠﺐ ﻭﺍﻟﺘﻠﻔﻆ ﺑﻬﺎ ﺳﻨﺔ
“Niat adalah menyengaja sesuatu bersamaan
dengan pekerjaannya, adapun tempatnya niat
didalam hati sedangkan mengucapkan
dengan lisan itu sunnah”
Didalam kitab Nihayatuz Zain Syarh
Qarratu ‘Ain, Al-’Allamah Al-’Alim Al-Fadil
Asy-Syekh An-Nawawi Ats-Tsaniy (Sayyid
Ulama Hijaz) ;
ﺃﻣﺎ ﺍﻟﺘﻠﻔﻆ ﺑﺎﻟﻤﻨﻮﻱ ﻓﺴﻨﺔ ﻟﻴﺴﺎﻋﺪ
ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ﺍﻟﻘﻠﺐ
“adapun melafadzkan niat maka itu sunna
supaya lisan dapat membantu hati”
Kitab Faidlul Haja ‘alaa Nailur Roja,
Al-’Alim Ahmad Sahal bin Abi Hasyim
Muhammad Mahfudz Salam Al-Hajiniy ;
ﻗﻮﻟﻪ ﻭﺍﻟﻠﻔﻆ ﺳﻨﺔ ( ﺍﻟﻠﻔﻆ ﺑﻤﻌﻨﻰ
ﺍﻟﺘﻠﻔﻆ ﻣﺼﺪﺭ ﻟﻔﻆ ﻳﻠﻔﻆ ﻣﻦ ﺑﺎﺏ ﺿﺮﺏ
ﻳﻀﺮﺏ ﺃﻯ ﻭﺍﻟﺘﻠﻔﻆ ﺑﻬﺎ ﺃﻯ ﺑﺎﻟﻨﻴﺔ ﺳﻨﺔ
ﻓﻰ ﺟﻤﻴﻊ ﺍﻷﺑﻮﺍﺏ ﻛﻤﺎ ﻗﺎﻟﻪ ﺣﺞ ﺧﺮﻭﺟﺎ
ﻣﻦ ﺧﻼﻑ ﻣﻮﺟﺒﻪ
” melafadzkan (niat) itu sunnah..”
Kitab Minhajut Thullab, Al-Imam Zakariyya
Al-Anshariy ,
ﻭﺳﻦ ﻧﻴﺔ ﻧﻔﻞ ﻓﻴﻪ ﻭﺇﺿﺎﻓﺔ ﻟﻠﻪ ﻭﻧﻄﻖ
ﻗﺒﻴﻞ ﺍﻟﺘﻜﺒﻴﺮ ﻭﺻﺢ ﺃﺩﺍﺀ ﺑﻨﻴﺔ ﻭﻗﻀﺎﺀ
ﻭﻋﻜﺴﻪ ﻟﻌﺬﺭ ﻭﺗﻜﺒﻴﺮ ﺗﺤﺮﻡ ﻣﻘﺮﻭﻧﺎ ﺑﻪ
ﺍﻟﻨﻴﺔ
“…(sunnah) mengucapkan (niat) sebelum
takbir…”
Minhaj Ath-Thalibin wa Umdat Al-Muftin,
Al-Imam An-Nawawi,
ﻭﺍﻟﻨﻴﺔ ﺑﺎﻟﻘﻠﺐ ﻭﻳﻨﺪﺏ ﺍﻟﻨﻄﻖ ﻗﺒﻞ
ﺍﻟﺘﻜﺒﻴﺮ
“niat didalam hati dan sunnah
melafadzkan/mengucapkan niat sebelum
takbir”
Al-’Allamah Asy-Syekh Al-Imam Ibnu Hajar
Al-Haitamiy, didalam kitab Minhajul
Qawim (1/191) ;
ﻓﺼﻞ ﻓﻲ ﺳﻨﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﻫﻲ ﻛﺜﻴﺮﺓ
) ﻭ ( ﻣﻨﻬﺎ ﺃﻧﻪ ) ﻳﺴﻦ ﺍﻟﺘﻠﻔﻆ ﺑﺎﻟﻨﻴﺔ (
ﺍﻟﺴﺎﺑﻘﺔ ﻓﺮﺿﻬﺎ ﻭﻧﻔﻠﻬﺎ ) ﻗﺒﻴﻞ
ﺍﻟﺘﻜﺒﻴﺮ ( ﻟﻴﺴﺎﻋﺪ ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ﺍﻟﻘﻠﺐ ﻭﺧﺮﻭﺟﺎ
ﻣﻦ ﺧﻼﻑ ﻣﻦ ﺃﻭﺟ
http://warkopmbahlalar.com/954/kesunnahan-melafadzkan-niat-talaffudz-binniyah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar