Selasa, 23 Juli 2013

SYAIKH ALBANI SI MUHADDIST BATHIL

Syaikh Albani;
'Bukan Ahli Hadis dan Penuh
Kontradiksi'
Moh. Ma'ruf Khozin
Ketua LBM NU Surabaya
Kitab-kitab modern saat ini, atau kitab
klasik yang ditakhrij, karya-karya tulis
ilmiyah, artikel-artikel dan sebagainya,
serentak semuanya menggunakan hasil
takhrij hadis yang dilakukan oleh Syaikh
Nashiruddin al-Albani. Ada apa di balik
gerakan ini? Sosok yang satu ini tiba-tiba
melejit menjadi 'ahli hadis' tanpa
tandingan bagi kalangan Wahhabi, tanpa
diketahui perjalanan menuntut ilmu
hadisnya dan guru-guru yang
membimbingnya.
Sementara tahapan teoritik dan faktual
untuk menjadi 'Ahli Hadis' amatlah rumit
dan tak semudah menjadi ahli hadis
gadungan. Disini saya rangkai secara
sistematis pembahasan tentang tema diatas
dengan didahului perihal ilmu hadis,
kriteria seorang ahli hadis, ahli hadis
gadungan yang menempuh jalan otodidak,
dan bukti-bukti nyata kesalahan fatal ahli
hadis palsu, baik dari pengikut Albani
maupun dari para kritikusnya. Selamat
Membaca, semoga Allah memberi manfaat
dan meningkatkan kewaspadaan dalam
masalah ini. Amin
Ilmu Hadis
Hadis terdiri dari dua disiplin ilmu, yaitu
Ilmu Dirayat dan Ilmu Riwayat. Ilmu
Dirayat lebih dikenal dengan ilmu
Mushtalah Hadis yang membahas status
hadis terkait sahih, hasan, dlaif atau
maudlu'nya. Sementara ilmu Riwayat
berkaitan dengan sanad hadis sampai
kepada Rasulullah Saw. Kedua disiplin
ilmu ini tidak dapat dipilih salah satunya
saja bagi ahli hadis, keduanya harus sama-
sama mampu dikuasai. Sebagaimana yang
dikutip beberapa kitab Musthalah Hadis
terkait pengakuan Imam Bukhari bahwa
beliau hafal 300.000 hadis, yang 100.000
adalah sahih dan yang 200.000 adalah
dlaif, maka Imam Bukhari juga hafal
dengan kesemua sanadnya tersebut.
(Syarah Taqrib an-Nawawi I/13)
Ilmu hadis memiliki kesamaan dengan
ilmu Qira'ah al-Quran, yaitu tidak cukup
dengan ilmu secara teori dari teks kitab
dan tidak cukup secara otodidak, tetapi
harus melalui metode 'Talaqqi' atau
transfer ilmu secara langsung dari guru
kepada murid dalam majlis ilmu.
Kriteria 'Ahli Hadis' Dan 'al-Hafidz'
al-Hafidz as-Suyuthi mengutip dari para
ulama tentang 'ahli hadis' dan 'al-hafidz' :
ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﺸَّﻴْﺦُ ﻓَﺘْﺢُ ﺍﻟﺪِّﻳﻦِ ﺑْﻦِ ﺳَﻴِّﺪِ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﻭَﺃَﻣَّﺎ ﺍﻟْﻤُﺤَﺪِّﺙُ
ﻓِﻲ ﻋَﺼْﺮِﻧَﺎ ﻓَﻬُﻮَ ﻣَﻦِ ﺍﺷْﺘَﻐَﻞَ ﺑِﺎﻟْﺤَﺪِﻳْﺚِ ﺭِﻭَﺍﻳَﺔً ﻭَﺩِﺭَﺍﻳَﺔً
ﻭَﺍﻃَّﻠَﻊَ ﻋَﻠَﻰ ﻛَﺜِﻴْﺮٍ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺮُّﻭَﺍﺓِ ﻭَﺍﻟﺮِّﻭَﺍﻳَﺎﺕِ ﻓِﻲ ﻋَﺼْﺮِﻩِ,
ﻭَﺗَﻤَﻴَّﺰَ ﻓِﻲ ﺫَﻟِﻚَ ﺣَﺘَّﻰ ﻋُﺮِﻑَ ﻓِﻴْﻪِ ﺣِﻔْﻈُﻪُ ﻭَﺍﺷْﺘَﻬَﺮَ ﻓِﻴْﻪِ
ﺿَﺒْﻄُﻪُ. ﻓَﺈِﻥْ ﺗَﻮَﺳَّﻊَ ﻓِﻲ ﺫَﻟِﻚَ ﺣَﺘَّﻰ ﻋَﺮَﻑَ ﺷُﻴُﻮْﺧَﻪُ
ﻭَﺷُﻴُﻮْﺥَ ﺷُﻴُﻮْﺧِﻪِ ﻃَﺒْﻘَﺔً ﺑَﻌْﺪَ ﻃَﺒْﻘَﺔٍ ، ﺑِﺤَﻴْﺚُ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﻣَﺎ
ﻳَﻌْﺮِﻓُﻪُ ﻣِﻦْ ﻛُﻞِّ ﻃَﺒْﻘَﺔٍ ﺃَﻛْﺜَﺮَ ﻣِﻤَّﺎ ﻳَﺠْﻬَﻠُﻪُ ﻣِﻨْﻬَﺎ، ﻓَﻬَﺬَﺍ
ﻫُﻮَ ﺍﻟْﺤَﺎﻓِﻆُ ) ﺗﺪﺭﻳﺐ ﺍﻟﺮّﺍﻭﻱ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﺗﻘﺮﻳﺐ ﺍﻟﻨّﻮﺍﻭﻱ
/ 1 11 )
"Syaikh Ibnu Sayyidinnas berkata: Ahli
hadis (al-Muhaddits) di masa kami adalah
orang yang dihabiskan waktunya dengan
hadis baik secara riwayat atau ilmu
mushthalah, dan orang tersebut
mengetahui beberapa perawi hadis dan
riwayat di masanya, serta menonjol
sehingga dikenal daya hafalannya dan
daya akurasinya. Jika ia memiliki
pengetahuan yang lebih luas sebingga
mengetahui para guru, dan para maha
guru dari berbagai tingkatan, sekira yang
ia ketahui dari setiap jenjang tingkatan
lebih banyak daripada yang tidak
diketahui, maka orang tersebut adalah al-
Hafidz" (Al-Hafidz as-Suyuthi, Syarah
Taqrib I/11)
ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﺸَّﻴْﺦُ ﺗَﻘِﻲُّ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦِ ﺍﻟﺴُّﺒْﻜِﻲ ﺇِﻧَّﻪُ ﺳَﺄَﻝَ
ﺍﻟْﺤَﺎﻓِﻆَ ﺟَﻤَﺎﻝَ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦِ ﺍﻟْﻤِﺰِّﻱ ﻋَﻦْ ﺣَﺪِّ ﺍﻟْﺤِﻔْﻆِ
ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺇِﺫَﺍ ﺍﻧْﺘَﻬَﻰ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﺟَﺎﺯَ ﺃَﻥْ ﻳُﻄْﻠَﻖَ
ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟْﺤَﺎﻓِﻆُ ؟ ﻗَﺎﻝَ ﻳُﺮْﺟَﻊُ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻌُﺮْﻑِ,
ﻓَﻘُﻠْﺖُ ﻭَﺃَﻳْﻦَ ﺃَﻫْﻞُ ﺍﻟْﻌُﺮْﻑِ ؟ ﻗَﻠِﻴْﻞٌ ﺟِﺪًّﺍ, ﻗَﺎﻝَ
ﺃَﻗَﻞُّ ﻣَﺎ ﻳَﻜُﻮْﻥُ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﺍﻟﺮِّﺟَﺎﻝُ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ
ﻳَﻌْﺮِﻓُﻬُﻢْ ﻭَﻳَﻌْﺮِﻑُ ﺗَﺮَﺍﺟُﻤَﻬُﻢْ ﻭَﺃَﺣْﻮَﺍﻟَﻬُﻢْ
ﻭَﺑُﻠْﺪَﺍﻧَﻬُﻢْ ﺃَﻛْﺜَﺮَ ﻣِﻦَ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﻻَ ﻳَﻌْﺮِﻓُﻬُﻢْ,
ﻟِﻴَﻜُﻮْﻥَ ﺍﻟْﺤُﻜْﻢُ ﻟِﻠْﻐَﺎﻟِﺐِ, ﻓَﻘُﻠْﺖُ ﻟَﻪُ ﻫَﺬَﺍ ﻋَﺰِﻳْﺰٌ
ﻓِﻲ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟﺰَّﻣَﺎﻥِ ) ﺗﺪﺭﻳﺐ ﺍﻟﺮّﺍﻭﻱ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﺗﻘﺮﻳﺐ
ﺍﻟﻨّﻮﺍﻭﻱ 1 / (11
"Syaikh Taqiyuddin as-Subki berkata
bahwa ia bertanya kepada al-Hafidz
Jamaluddin al-Mizzi tentang kriteria gelar
al-Hafidz. Syaikh al-Mizzi menjawab:
Dikembalikan pada 'kesepakatan' para
pakar. Syaikh as-Subki bertanya: Siapa
para pakarnya? Syaikh al-Mizzi
menjawab: Sangat sedikit. Minimal orang
yang bergelar al-Hafidz mengetahui para
perawi hadis, baik biografinya,
perilakunya dan asal negaranya, yang ia
ketahui lebih banyak daripada yang tidak
diketahui. Agar mengena kepada yang
lebih banyak. Saya (as-Subki) berkata
kepada beliau: Orang semacam ini sangat
langka di masa sekarang (Abad ke 8
Hijriyah)" (Al-Hafidz as-Suyuthi, Syarah
Taqrib I/11)
Otodidak Bukan Ahli Hadis
Pengertian otodidak adalah sebagai
berikut:
) ﺍﻟﺼَّﺤَﻔِﻲّ( ﻣَﻦْ ﻳَﺄْﺧُﺬُ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺼَّﺤِﻴْﻔَﺔِ ﻻَ
ﻋَﻦْ ﺃُﺳْﺘَﺎﺫٍ ) ﺍﻟﻤﻌﺠﻢ ﺍﻟﻮﺳﻴﻂ /1 508 ﺗﺄﻟﻴﻒ
ﺇﺑﺮﺍﻫﻴﻢ ﻣﺼﻄﻔﻰ ﻭﺃﺣﻤﺪ ﺍﻟﺰﻳﺎﺕ ﻭﺣﺎﻣﺪ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻘﺎﺩﺭ
ﻭﻣﺤﻤﺪ ﺍﻟﻨﺠﺎﺭ (
"Shahafi (otodidak) adalah orang yang
mengambil ilmu dari kitab (buku), bukan
dari guru" (Mu'jam al-Wasith I/508)
ﻳَﻘُﻮْﻝُ ﺍﻟﺪَّﺍﺭِﻣِﻲ ﻣَﺎ ﻛَﺘَﺒْﺖُ ﺣَﺪِﻳْﺜًﺎ ﻭَﺳَﻤِﻌْﺘُﻪُ
ﻳَﻘُﻮْﻝُ ﻻَ ﻳُﺆْﺧَﺬُ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢُ ﻣِﻦْ ﺻَﺤَﻔِﻲٍّ ) ﺳﻴﺮ ﺃﻋﻼﻡ
ﺍﻟﻨﺒﻼﺀ ﻟﻠﺬﻫﺒﻲ ﺑﺘﺤﻘﻴﻖ ﺍﻻﺭﻧﺎﺅﻁ (34 /8
"ad-Darimi (ahli hadis) berkata: Saya
tidak menulis hadis (tapi menghafalnya).
Ia juga berkata: Jangan mempelajari ilmu
dari orang yang otodidak" (Siyar A'lam
an-Nubala', karya adz-Dzahabi ditahqiq
oleh Syuaib al-Arnauth, 8/34)
Syuaib al-Arnauth memberi catatan kaki
tentang 'shahafi' tersebut:
ﺍﻟﺼَّﺤَﻔِﻲُّ ﻣَﻦْ ﻳَﺄْﺧُﺬُ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺼَّﺤِﻴْﻔَﺔِ ﻻَ
ﻋَﻦْ ﺃُﺳْﺘَﺎﺫٍ ﻭَﻣِﺜْﻞُ ﻫَﺬَﺍ ﻻَ ﻳُﻌْﺘَﺪُّ ﺑِﻌِﻠْﻤِﻪِ ﻟِﻤَﺎ
ﻳَﻘَﻊُ ﻟَﻪُ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺨَﻄَﺄِ
"Shahafi adalah orang yang mengambil
ilmu dari kitab, bukan dari guru. Orang
seperti ini tidak diperhitungkan ilmunya,
sebab akan mengalami kesalahan"
al-Hafidz adz-Dzahabi berkata:
ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﻮَﻟِﻴْﺪُ ﻛَﺎﻥَ ﺍْﻻَﻭْﺯَﺍﻋِﻲ ﻳَﻘُﻮْﻝُ ﻛَﺎﻥَ ﻫَﺬَﺍ
ﺍﻟْﻌِﻠْﻢُ ﻛَﺮِﻳْﻤًﺎ ﻳَﺘَﻼَﻗَﺎﻩُ ﺍﻟﺮِّﺟَﺎﻝُ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ﻓَﻠَﻤَّﺎ
ﺩَﺧَﻞَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻜُﺘُﺐِ ﺩَﺧَﻞَ ﻓِﻴْﻪِ ﻏَﻴْﺮُ ﺃَﻫْﻠِﻪِ ﻭَﺭَﻭَﻯ
ﻣِﺜْﻠَﻬَﺎ ﺍﺑْﻦُ ﺍﻟْﻤُﺒَﺎﺭَﻙِ ﻋَﻦِ ﺍْﻻَﻭْﺯَﺍﻋِﻲ . ﻭَﻻَ ﺭَﻳْﺐَ
ﺃَﻥَّ ﺍْﻻَﺧْﺬَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺼُّﺤُﻒِ ﻭَﺑِﺎْﻻِﺟَﺎﺯَﺓِ ﻳَﻘَﻊُ ﻓِﻴْﻪِ
ﺧَﻠَﻞٌ ﻭَﻻَﺳِﻴَّﻤَﺎ ﻓِﻲ ﺫَﻟِﻚَ ﺍﻟْﻌَﺼْﺮِ ﺣَﻴْﺚُ ﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ
ﺑَﻌْﺪُ ﻧَﻘْﻂٌ ﻭَﻻَ ﺷَﻜْﻞٌ ﻓَﺘَﺘَﺼَﺤَّﻒُ ﺍﻟْﻜَﻠِﻤَﺔُ ﺑِﻤَﺎ
ﻳُﺤِﻴْﻞُ ﺍﻟْﻤَﻌْﻨَﻰ ﻭَﻻَ ﻳَﻘَﻊُ ﻣِﺜْﻞُ ﺫَﻟِﻚَ ﻓِﻲ ﺍْﻻَﺧْﺬِ
ﻣِﻦْ ﺃَﻓْﻮَﺍﻩِ ﺍﻟﺮِّﺟَﺎﻝِ ) ﺳﻴﺮ ﺃﻋﻼﻡ ﺍﻟﻨﺒﻼﺀ ﻟﻠﺬﻫﺒﻲ /7
(114
"al-Walid mengutip perkataan al-Auza'i:
"Ilmu ini adalah sesuatu yang mulia, yang
saling dipelajari oleh para ulama. Ketika
ilmu ini ditulis dalam kitab, maka akan
dimasuki oleh orang yang bukan ahlinya."
Riwayat ini juga dikutip oleh Ibnu
Mubarak dari al-Auza'i. Tidak diragukan
lagi bahwa mencari ilmu melalui kitab
akan terjadi kesalahan, apalagi dimasa itu
belum ada tanda baca titik dan harakat.
Maka kalimat-kalimat menjadi rancu
beserta maknanya. Dan hal ini tidak akan
terjadi jika mempelajari ilmu dari para
guru" (Siyar A'lam an-Nubala', karya adz-
Dzahabi, 7/114)
Syuaib al-Arnauth juga memberi catatan
kaki tentang hal tersebut:
ﻭَﻟِﻬَﺬَﺍ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟْﻌُﻠَﻤَﺎﺀُ ﻻَ ﻳَﻌْﺘَﺪُّﻭْﻥَ ﺑِﻌِﻠْﻢِ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞِ
ﺇِﺫَﺍ ﻛَﺎﻥَ ﻣَﺄْﺧُﻮْﺫًﺍ ﻋَﻦِ ﺍﻟﺼُّﺤُﻒِ ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﺘَﻠَﻖَّ ﻣِﻦْ
ﻃَﺮِﻳْﻖِ ﺍﻟﺮِّﻭَﺍﻳَﺔِ ﻭَﺍﻟْﻤُﺬَﺍﻛَﺮَﺓِ ﻭَﺍﻟﺪَّﺭْﺱِ ﻭَﺍﻟْﺒَﺤْﺚِ
"Oleh karena itu, para ulama tidak
memeperhitungkan ilmu seseorang yang
diambil dari buku, yang tidak melalui
jalur riwayat, pembelajaran dan
pembahasan"
Apakah orang yang otodidak dari kitab-
kitab hadis layak disebut ahli hadis?
Syaikh Nashir al-Asad menjawab
pertanyaan ini:
ﺃَﻣَّﺎ ﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻳَﻜْﺘَﻔِﻲ ﺑِﺎْﻷَﺧْﺬِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏِ
ﻭَﺣْﺪَﻩُ ﺩُﻭْﻥَ ﺃَﻥْ ﻳُﻌَﺮِّﺿَﻪُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ ﻭَﺩُﻭْﻥَ
ﺃَﻥْ ﻳَﺘَﻠَﻘَّﻰ ﻋِﻠْﻤُﻪُ ﻓِﻲ ﻣَﺠَﺎﻟِﺴِﻬِﻢْ ﻓَﻘَﺪْ ﻛَﺎﻥَ
ﻋَﺮَﺿَﺔً ﻟِﻠﺘَّﺼْﺤِﻴْﻒِ ﻭَﺍﻟﺘَّﺤْﺮِﻳْﻒِ، ﻭَﺑِﺬَﻟِﻚَ ﻟَﻢْ
ﻳَﻌُﺪُّﻭْﺍ ﻋِﻠْﻤَﻪُ ﻋِﻠْﻤًﺎ ﻭَﺳَﻤُّﻮْﻩُ ﺻَﺤَﻔِﻴًّﺎ ﻻَ
ﻋَﺎﻟِﻤًﺎ .... ﻓَﻘَﺪْ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟْﻌُﻠَﻤَﺎﺀُ ﻳُﻀَﻌِّﻔُﻮْﻥَ ﻣَﻦْ
ﻳَﻘْﺘَﺼِﺮُ ﻓِﻲ ﻋِﻠْﻤِﻪِ ﻋَﻠَﻰ ﺍْﻷَﺧْﺬِ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺼُّﺤُﻒِ
ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﺃَﻥْ ﻳَﻠْﻘَﻰ ﺍﻟْﻌُﻠَﻤَﺎﺀَ ﻭَﻳَﺄْﺧُﺬَ ﻋَﻨْﻬُﻢْ ﻓِﻲ
ﻣَﺠَﺎﻟِﺲِ ﻋِﻠْﻤِﻬِﻢْ، ﻭَﻳَﺴُﻤُّﻮْﻧَﻪُ ﺻَﺤَﻔِﻴًّﺎ، ﻭَﻣِﻦْ
ﻫُﻨَﺎ ﺍﺷْﺘَﻘُّﻮْﺍ "ﺍﻟﺘَّﺼْﺤِﻴْﻒَ " ﻭَﺃَﺻْﻠُﻪُ " ﺃَﻥْ ﻳَﺄْﺧُﺬَ
ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﺍﻟﻠَّﻔْﻆَ ﻣِﻦْ ﻗِﺮَﺍﺀَﺗِﻪِ ﻓِﻲ ﺻَﺤِﻴْﻔَﺔٍ ﻭَﻟَﻢْ
ﻳَﻜُﻦْ ﺳَﻤِﻌَﻪُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺮِّﺟَﺎﻝِ ﻓَﻴُﻐَﻴِّﺮُﻩُ ﻋَﻦِ
ﺍﻟﺼَّﻮَﺍﺏِ ." ﻓَﺎْﻹِﺳْﻨَﺎﺩُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺮِّﻭَﺍﻳَﺔِ ﺍْﻷَﺩَﺑِﻴَّﺔِ ﻟَﻢْ
ﻳَﻜُﻦْ، ﻓِﻴْﻤَﺎ ﻧَﺮَﻯ ، ﺇِﻻَّ ﺩَﻓْﻌًﺎ ﻟِﻬَﺬِﻩِ ﺍﻟﺘُّﻬْﻤَﺔِ
)ﻣﺼﺎﺩﺭ ﺍﻟﺸﻌﺮ ﺍﻟﺠﺎﻫﻠﻲ ﻟﻠﺸﻴﺦ ﻧﺎﺻﺮ ﺍﻻﺳﺪ ﺹ 10
ﻣﻦ ﻣﻜﺘﺒﺔ ﺍﻟﺸﺎﻣﻠﺔ(
"Orang yang hanya mengambil ilmu
melalui kitab saja tanpa
memperlihatkannya kepada ulama dan
tanpa berjumpa dalam majlis-majlis
ulama, maka ia telah mengarah pada
distorsi. Para ulama tidak menganggapnya
sebagai ilmu, mereka menyebutnya
shahafi atau otodidak, bukan orang alim…
Para ulama menilai orang semacam ini
sebagai orang yang dlaif (lemah). Ia
disebut shahafi yang diambil dari kalimat
tashhif, yang artinya adalah seseorang
mempelajari ilmu dari kitab tetapi ia tidak
mendengar langsung dari para ulama,
maka ia melenceng dari kebenaran.
Dengan demikian, Sanad dalam riwayat
menurut pandangan kami adalah untuk
menghindari kesalahan semacam
ini" (Mashadir asy-Syi'ri al-Jahili 10)
Masalah otodidak ini sudah ada sejak lama
dalam ilmu hadis. Al-Hafidz Ibnu Hajar
mengomentari seseorang yang oto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar