Minggu, 15 September 2013

HANYA IBLIS YANG SENANG AKAN KEMATIAN SEORANG ULAMA

HANYA IBLIS YANG SENANG AKAN KEMATIAN SEORANG ULAMA
Dalam Kitab Tanqih Al-Qaul Imam Al-Hafizh
Jalaluddin bin Abdurrahman bin Abu Bakar
As-Suyuthi menuliskan dalam kitabnya
sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam sbb:
ﻭﻗﺎﻝ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﻟﺴﻼﻡ: } ﻣَﻦْ ﻟَﻢْ ﻳَﺤْﺰَﻥْ ﻟِﻤَﻮْﺕِ
ﺍﻟﻌَﺎﻟِﻢِ ، ﻓَﻬُﻮَ ﻣُﻨَﺎﻓِﻖٌ ﻣُﻨَﺎﻓِﻖٌ ﻣُﻨَﺎﻓِﻖٌ { ﻗﺎﻟﻬﺎ ﺛﻼﺙ
ﻣﺮﺍﺕ ”Barangsiapa yang tidak sedih dengan
kematian ulama maka dia adalah munafik”
Menagislah karena meninggalnya seorang
ulama adalah sebuah perkara yang besar di
sisi Allah. Sebuah perkara yang akan
mendatangkan konsekuensi bagi kita yang
ditinggalkan jika kita ternyata bukan orang-
orang yang senantisa mendengar petuah
mereka. Menangislah jika kita ternyata selama
ini belum ada rasa cinta di hati kita kepada
para ulama. ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ، ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ : ﺃَﻭَﻟَﻢْ
ﻳَﺮَﻭْﺍ ﺃَﻧَّﺎ ﻧَﺄْﺗِﻲ ﺍﻷَﺭْﺽَ ﻧَﻨْﻘُﺼُﻬَﺎ ﻣِﻦْ ﺃَﻃْﺮَﺍﻓِﻬَﺎ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺮﻋﺪ
ﺁﻳﺔ 41 ﻗﺎﻝ : ﻣﻮﺕ ﻋﻠﻤﺎﺋﻬﺎ . ﻭﻟﻠﺒﻴﻬﻘﻲ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ
ﻣﻌﺮﻭﻑ ﺑﻦ ﺧﺮﺑﻮﺫ ، ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺟﻌﻔﺮ ، ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ : ﻣﻮﺕ
ﻋﺎﻟﻢ ﺃﺣﺐ ﺇﻟﻰ ﺇﺑﻠﻴﺲ ﻣﻦ ﻣﻮﺕ ﺳﺒﻌﻴﻦ ﻋﺎﺑﺪﺍ
Dari Ibnu Abbas ra. tentang firman Allah,
“Dan apakah mereka tidak melihat bahwa
sesungguhnya Kami mendatangi daerah-
daerah, lalu Kami kurangi daerah-daerah itu
(sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya?.” (Al-
Ra’d: 41). Beliau mengatakan tentang ( ﻣِﻦْ
ﺃَﻃْﺮَﺍﻓِﻬَﺎ = dari tepi-tepinya) adalah wafatnya
para ulama. Dan menurut Imam Baihaqi dari
hadits Ma’ruf bin Kharbudz dari Abu Ja’far
ra berkata, “Kematian ulama lebih dicintai iblis
daripada kematian 70 orang ahli Ibadah.”
Al-Quran secara implisit mengisyaratkan
wafatnya ulama sebagai sebuah penyebab
kehancuran dunia, yaitu firman Allah yang
berbunyi:
ﺃَﻭَﻟَﻢْ ﻳَﺮَﻭْﺍ ﺃَﻧَّﺎ ﻧَﺄْﺗِﻲ ﺍﻷﺭْﺽَ ﻧَﻨْﻘُﺼُﻬَﺎ ﻣِﻦْ ﺃَﻃْﺮَﺍﻓِﻬَﺎ ﻭَﺍﻟﻠَّﻪُ
ﻳَﺤْﻜُﻢُ ﻻ ﻣُﻌَﻘِّﺐَ ﻟِﺤُﻜْﻤِﻪِ ﻭَﻫُﻮَ ﺳَﺮِﻳﻊُ ﺍﻟْﺤِﺴَﺎﺏِ
“Dan apakah mereka tidak melihat bahwa
sesungguhnya Kami mendatangi daerah-
daerah, lalu Kami kurangi daerah-daerah itu
(sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya?.” (Al-
Ra’d: 41).
Menurut beberapa ahli tafsir seperti Ibnu
Abbas dan Mujahid, ayat ini berkaitan dengan
kehancuran bumi (kharab ad-dunya).Sedan
gkan kehancuran bumi dalam ayat ini adalah
dengan meninggalnya para ulama (Tafsir
Ibnu Katsir 4/472)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
menegaskan ulama sebagai penerusnya, juga
menegaskan wafatnya para ulama sebagai
musibah. Rasulullah bersabda:
ﻣَﻮْﺕُ ﺍﻟْﻌَﺎﻟِﻢِ ﻣُﺼِﻴﺒَﺔٌ ﻻ ﺗُﺠْﺒَﺮُ ، ﻭَﺛُﻠْﻤَﺔٌ ﻻ ﺗُﺴَﺪُّ , ﻭَﻧَﺠْﻢٌ
ﻃُﻤِﺲَ ، ﻣَﻮْﺕُ ﻗَﺒِﻴﻠَﺔٍ ﺃَﻳْﺴَﺮُ ﻣِﻦْ ﻣَﻮْﺕِ ﻋَﺎﻟِﻢٍ
Artinya: “Meninggalnya ulama adalah musibah
yang tak tergantikan, dan sebuah kebocoran
yang tak bisa ditambal. Wafatnya ulama
laksana bintang yang padam. Meninggalnya
satu suku lebih mudah bagi saya daripada
meninggalnya satu orang ulama” (HR al-
Thabrani dalam Mujam al-Kabir dan al-
Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman dari Abu
Darda’)
Wafatnya Ulama Adalah Hilangnya Ilmu
Umat manusia dapat hidup bersama para
ulama adalah sebagian nikmat yang agung
selama di dunia. Semasa ulama hidup, kita
dapat mencari ilmu kepada mereka, memetik
hikmah, mengambil keteladanan dan
sebagainya. Sebaliknya, ketika ulama wafat,
maka hilanglah semua nikmat itu. Hal inilah
yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam,
ﺧُﺬُﻭﺍ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢَ ﻗَﺒْﻞَ ﺃَﻥْ ﻳَﺬْﻫَﺐَ ” ، ﻗَﺎﻟُﻮﺍ : ﻭَﻛَﻴْﻒَ ﻳَﺬْﻫَﺐُ
ﺍﻟْﻌِﻠْﻢُ ﻳَﺎ ﻧَﺒِﻲَّ ﺍﻟﻠَّﻪِ ، ﻗَﺎﻝَ :ﺇِﻥَّ ﺫَﻫَﺎﺏَ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢِ ﺃَﻥْ ﻳَﺬْﻫَﺐَ
ﺣَﻤَﻠَﺘُﻪُ
Artinya: “Ambillah (Pelajarilah) ilmu sebelum
ilmu pergi! Sahabat bertanya: Wahai
Nabiyullah, bagaimana mungkin ilmu bisa
pergi (hilang)?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab, “Perginya ilmu adalah
dengan perginya (wafatnya) orang-orang yang
membawa ilmu (ulama)” (HR Ad-Darimi, At-
Thabrani No 7831 dari Abu Umamah).
Wafatnya ulama juga memiliki dampak sangat
besar, diantaranya munculnya pemimpin baru
yang tidak mengerti tentang agama sehinga
dapat menyesatkan umat, sebagaimana dalam
hadits sahih.
ﺇﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻻ ﻳﻘﺒﺾ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺍﻧﺘﺰﺍﻋﺎ ﻳﻨﺘﺰﻋﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺱ ،
ﻭﻟﻜﻦ ﻳﻘﺒﺾ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺑﻘﺒﺾ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺣﺘﻰ ﺇﺫﺍ ﻟﻢ ﻳﺘﺮﻙ
ﻋﺎﻟﻤﺎ ﺍﺗﺨﺬ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺭﺀﻭﺳﺎ ﺟﻬﺎﻻ ﻓﺴﺌﻠﻮﺍ ﻓﺄﻓﺘﻮﺍ ﺑﻐﻴﺮ
ﻋﻠﻢ ﻓﻀﻠﻮﺍ ﻭﺃﺿﻠﻮﺍ
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mencabut
ilmu dari hambanya, tetapi mencabut ilmu
dengan mencabut para ulama. Sehingga ketika
Allah tidak menyisakan satu ulama, maka
manusia mengangkat pemimpin-pemimpin
bodoh, mereka ditanya kemudian memberi
fatwa tanpa ilmu, maka mereka sesat dan
menyesatkan” (HR al-Bukhari No 100)
Kendatipun telah banyak kyai atau ulama yang
telah wafat, dan wafatnya kyai atau ulama
adalah sebuah musibah dalam agama, maka
harapan kita adalah lahirnya kembali ulama
yang meneruskan perjuangannya. Aamiin
Harapan ini sebagaimana yang dikutip oleh
Imam al-Ghazali dari Khalifah Ali bin Abi
Thalib:
ﺇﺫﺍ ﻣﺎﺕ ﺍﻟﻌﺎﻟﻢ ﺛﻠﻢ ﻓﻲ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﺛﻠﻤﺔ ﻻ ﻳﺴﺪﻫﺎ ﺍﻻ
ﺧﻠﻒ ﻣﻨﻪ Artinya: “Jika satu ulama wafat,
maka ada sebuah lubang dalam Islam yang
tak dapat ditambal kecuali oleh generasi
penerusnya” (Ihya Ulumiddin I/15). Wallahu
a’lam bis-Shawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar