Kamis, 25 Juli 2013

SALAFI WAHABI TIDAK PUNYA METODE DAKWAH

Salafi Wahabi mungkin perlu kita tanya:
“Bisakah Salafi Wahabi masuk dan
berkembang di bumi Nusantaraseandainya
sekarang ini masyarakatnya masih memeluk
agama Hindu Budha?” Pertanyaan seperti ini
sungguh tidak mengada-ada, sebab track
record dakwah Salafi Wahabi sejak dulu
hingga kini selalu menjadi benalu bagi
jama’ah kaum muslimin di mana saja di
seluruh dunia. Kita tidak pernah dengar
keberhasilan dakwah Salafi Wahabi di tengah-
tengah kaum non Islam, lalu kaum non Islam
berbondong-bondong memeluk agama Islam
ala Salafy Wahabi. Pernahkan ada di suatu
negeri atau wilayah keberhasilan Salafi
wahabi dalam dakwah mengajak masyarakat
beragama non Islam menjadi pemeluk Islam?
Justru yang sering kita dengar adalahdakwah
Salafi Wahabi selalu berseru lantang
memusyrik-musyrikkan orang-orang yang
sudah jelas-jelas beragama
Islam. Masyarakat beragama Islam yang
sedang berziarah kubur mengikuti Sunnah
Nabi Saw disebut-sebut oleh Salafi Wahabi
sebagai Penyembah Kuburan, na’udzu billah
min dzaalik! Salafi Wahabi mengaku sebagai
satu-satunya pengikut Sunnah Nabi tapi
Sinis dan benci dengan Ziarah Kubur, padahal
Ziarah Kubur adalah Sunnah Nabi Saw.
Salafi Wahabi tidak punya methode
berdakwah di tengah Ummat non Islam, jadi
kesimpulannya mereka tidak akan
sanggup berdakwah di tengah masyarakat non
Islam. Missi dan visi Salafi Wahabi
berdakwah bukan mengajak orang-orang non
Islam masuk Islam, tetapi missinya adalah
membuat onar dengan menebar isu-isu bid’ah,
isu-isu kekafiran dan isu-isu kemusyrikan di
tengah Ummat Islam sendiri. Nah, kira-kira
siapa gerangan dalang di balik layar dakwah
Salafi Wahabi?
Demikianlah sekelumit tentang Salafi
Wahabi sebagai pengantar untuk mengikuti
uraian artikel yang kritis, dinamis dan retoris
tapi logis berikut ini ….
Oleh: Ibnu Abdillah Al-Katibiy
Bagaimana jika seandainya bangsa Indonesia
di awal masuknya Islam, para da’inya bukan
dari kalangan wali sanga, melainkan dari
kalangan salafi wahhabi? Maka niscaya
sedikit sekali orang yang masuk Islam.
Atau Islam akan dikenal ekstrem, radikal atau
mungkin Islam tak akan dikenal hingga saat
ini oleh bangsa Indonesia. Kenapa?
Karena sudah pasti salafi wahhabi tidak akan
mentolerir budaya apa saja yang ada dan
berkembang saat itu! Mereka tidak akan bisa
menghargai budaya bangsa bahkan akan
memaksa membumi-hanguskannya.
Sangat berbeda dengan manhaj suci wali
sanga dalam berdakwah di Indonesia ini.
Mereka lebih mengedepankan nilai-nilai santun
dan penuh etika menghadapi berbagai macam
karakter dan budaya yang ada bagi bangsa
Indonesia.
Sebagaimana kearifan dan kecerdikan wali
sanga yang dalam dakwahnya bisa
memposisikan budaya sebagai jembatan
dakwah, sehingga mampu membumikan
ajaran-ajarannya di hamparan bumi
Nusantara sampai dewasa ini.
Renungkanlah hadits-hadits berikut ini :
- Nabi Saw bersabda :
“Sesunngguhnya aku diutus hanyalah untuk
menyempurnakan akhlak-akhlak mulia”. (HR.
Baihaqi)
Dalam hadits tersebut Nabi Saw menegaskan
untuk menyempurnakan akhlak karimah yang
juga berarti budaya, tradisi dan adat
masyarakat. Bukan malah melenyapkannya!
- Nabi Saw juga bersabda :
“Bertaqwalah kepada Allah di manapun kamu
berada, susullah kejelakan dengan kebajikan
yang biasa meleburnya dan berperilakulah
kepada orang lain dengan perilaku yang baik.”
(HR. Turmudzi dan Hakim)
Apakah yang dimaksud dengan perilaku yang
baik? Sayyidina Ali bin Abi Tholib saat
ditanya tentang maksud perilaku yang baik
dalam hadits tersebut, belai menjawab :
“(Makasud perilaku yang baik tersebut)
adalah beradaptasi dengan masyarakat dalam
setiap hal selama bukan maksyia “.
Kemudian populer menjadi peribahasa :
“Andaikan tidak ada adaptasi (dalam
pergaulan) niscaya manusia akan sirna!”.
Maka jelas, bahwa ajaran Islam mesti
disampaikan dengan santun dan menghargai
budaya. Nilai-nilai toleransi, adaptasi dan
pembauran pada budaya dengan sendirinya
akan membuat masyarakat
mencintainya. Namun perlu diingat pesan
Sayyidina Ali: ”Maa ‘adal ma’ashi.” yaitu
budaya atau tradisi yang bukan
maksyiat. Artinya budaya atau tradisi yang
bisa ditoleransi dan dimaklumi adalah yang
tidak bertentangan dengan fitrah manusia
sendiri dan tidak bersebrangan dengan nilai-
nilai agama.
Inilah manhaj dakwah nubuwwah secara
estafet telah diterapkan dan diteruskan dari
zaman ke zaman oleh para ulama kita hingga
zaman wali sanga dan akan terus dialanjut
oleh para ulama Ahlus sunnah
waljama’ah hingga akhir zaman. Dakwah
kasih sayang, santun, penuh rahmat yang
menjadi satu-satunya tujuan kerasulan nabi
Muhammad Saw. Sebagaimana telah
diisyaratkan oleh Allah Swt dalam Al-Quran :
” Dan tidaklah kami mengutus kamu
melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta
alam “. (QS. Al-Anbiya : 107)
Inilah manhaj nubuwwah, manhaj salaf Ahlus
sunnah waljama’ah yang telah diterapkan oleh
mayoritas ulama dan umat muslim
sedunia. Dan inilah janji Nabi Saw :
“Allah tidak akan mengumpulkan umatku
dalam kesesatan selamanya. Sememntara itu
kekuasaan Allah Swt berada pada Jama’ah”.
Maka kita tanyakan kepada salafi wahhabi,
manhaj siapakah yang kalian ikuti?
Allah telah memperingatkan dalam Al-Quran :
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul
sesudah jelas kebenaran baginya dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang
mukmin, maka kami biarkan ia leluasa
terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu
dan Kami masukkan ia ke dalam jahannam.
Dan jahannam itu seburuk-buruk tempat
kembali “. (QS. An-Nisa : 115)
wallahu'alam bishawab ...
Sumber : http://ummatipress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar